Kamis, 17 Desember 2009

Menjadi Ibu

Oleh Abu Anisah bin Luqman al-Atsari

Ketika seorang wanita sudah berumah tangga, tentu kesibukan yang ia alami akan bertambah banyak. Sebagai ibu dan pendidik bagi anak-anaknya, dan sebagai isteri bagi suaminya. Tugas berat semacam ini jangan dipahami sebagai bentuk paksaan atau mengekang hak wanita. Akan tetapi dibalik itu semua adalah kebaikan dan pahala yang besar bagi para wanita. Bagaimana bisa demikian? Ikutilah ulasannya sebagai berikut.
Wanita Sebagai Ibu
Kehidupan wanita akan mengalami fase yang dinamis. Mulai dari kecil, beranjak remaja, kemudian dewasa yang biasanya diawali dengan pernikahan. Dalam biduk rumah tangga, tentunya seorang wanita akan mendapati hal-hal baru yang barangkali sebelumnya tidak terbayang. Diantaranya dia akan menjadi ibu dari anak-anaknya. Ketahuilah wahai saudariku wanita muslimah, menjadi ibu rumah tangga dan ibunya anak-anak adalah kebahagiaan tersendiri dan nikmat besar bagi kaum hawa. Betapa tidak, karena Alloh sering menyebutkan keutamaan berbakti kepada orang tua bergandengan dengan perintah beribadah kepada Alloh. Apalagi tidak sedikit dalil-dalil yang menunjukkan perintah berbakti kepada orang tua dikhususkan kepada para ibu. Alloh berfirman;

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa. (QS.an-Nisaa: 36).
Imam Asy-Syinqithi mengomentari ayat diatas dengan mengatakan, ‘Alloh menyebutkan dalam ayat ini perintah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan menyandingkan penyebutan tauhid kepada Alloh di dalam ibadah, hal ini mengisyaratkan akan wajibnya dan sangat kuat perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, ditambah lagi telah datang hadits-hadits yang sangat banyak dari Rasulullah dalam perkara ini’. (Adhwa’ul Bayan 3/85).
Abu Hurairoh berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِى؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوكَ.
Ada seorang yang datang menemui Rasulullah, dia berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak aku berbuat baik kepadanya? Rasulullah menjawab; ibumu. Orang tadi kembali bertanya; kemudian siapa lagi? Rasulullah tetap menjawab ibumu. Orang tadi kembali bertanya; kemudian kepada siapa lagi? Rasulullah menjawab; ibumu. Orang tadi kembali bertanya; kemudian siapa lagi? Rasulullah menjawab; kemudian bapakmu”. (HR.Bukhari: 5626, Muslim: 2548).
Imam Ibnu Battol mengatakan, “Konsekwensi dari hal ini, seorang ibu berhak mendapatkan kebaikan tiga kali lipat dibandingkan seorang ayah, hal itu karena beratnya beban yang ia rasakan mulai dari mengandung, melahirkan kemudian menyusui. Hanya seorang ibu yang merasakan ini semua, kemudian baru ayah ikut andil dalam hal mendidik anak. (Fathul Bari 10/493, lihat pula Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an 10/156).
Maka berbahagialah wahai para ibu atau calon ibu, pahala besar telah menunggumu, janganlah engkau bersedih dengan kepayahan yang engkau alami saat mengandung dan melahirkan. Karena kandungan yang engkau bawa adalah benih cintamu yang insya Alloh akan menjadi penyejuk mata dan anak yang sholeh. Bersabarlah dalam mengurusi anak dan rumah tangga.
Aisyah berkata: “Ada seorang wanita yang datang menemuiku sambil membawa kedua putrinya. Dia datang untuk meminta. Saat itu aku tidak punya apapun selain sebutir kurma. Akhirnya aku tetap memberikannya kepada wanita tersebut. Lantas wanita tadi membelah sebutir kurma menjadi dua untuk diberikan kepada kedua putrinya. Wanita tersebut tidak makan sama sekali!, kemudian berdiri dan pergi. Lalu nabi masuk menemuiku, maka akupun menceritakan perihal wanita tersebut, mendengar hal tersebut lantas nabi bersabda;
مَنِ ابْتُلِىَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَىْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan dengan sesuatu, kemudian dia tetap berbuat baik kepada mereka, maka hal itu bisa menjadi penghalang baginya dari api neraka. (HR.Bukhari 1352, Muslim: 2629).
Maka sudah menjadi kemestian bagi seorang ibu untuk mengasihi anak-anaknya, melayani dan memenuhi segala kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan. Semua ini bila dikerjakan dengan hati ikhlas, mencari pahala kepada Alloh, niscaya akan mebuahkan pahala yang besar dan balasan surga.

Wanita Sebagai Isteri
Selain wanita berperan sebagai seorang ibu, namun dia juga adalah seorang isteri bagi suaminya. Maka bagi seorang wanita muslimah harus bisa pintar-pintar mengatur posisi. Jangan sampai karena demi merawat anak, sang suami terabaikan bahkan tidak terurus sama sekali!!. Ketahuilah, suami mempunyai hak yang agung yang hendaknya bagi seorang isteri untuk selalu ingat dan memperhatikannya. Baik saat baru memulai biduk rumah tangga, atau ketika sudah mempunyai anak atau perkawinan sudah berusia panjang. Alloh berfirman;

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.al-Baqoroh: 228).
Dalam ayat ini para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya, hal itu menjelaskan kelebihan para suami dan agar para isteri merasa ingat bahwa hak suami atasnya lebih wajib dipenuhi daripada hak isteri bagi suami. (al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an 3/625).
Rasulullah bersabda;
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ
Andaikan aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku akan perintahkan para isteri untuk sujud kepada para suaminya, karena Alloh telah mewajibkan para isteri untuk memenuhi hak suaminya. (HR.Abu Dawud: 2140, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud: 2140).
Dari Abu Said bahwasanya Rasulullah bersabda;
حَقُّ الزَّوْجِ عَلىَ زَوْجَتِهِ ، أَنْ لَوْ كَانَتْ قَرْحَةٌ فَلَحِسَتْهَا مَا أَدَّتْ حَقَّهُ
Hak suami atas isteri, seperti bila suami punya luka nanah kemudian dijilat oleh isterinya, maka hal itu belum mencukupi untuk menunaikan haknya. (Shahih Ibnu Hibban 1289. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1934).
Ayat dan hadits-hadits diatas sangat jelas sekali memberikan penekanan akan pentingnya hak suami. Maka wajib bagimu wahai wanita muslimah, untuk bersunguh-sungguh memperhatikan hak suamimu, taat perintahnya, tidak membangkang, karena taat kepadanya adalah sebab engkau masuk surga, demikian pula melawan dan tidak taat padanya adalah sebab mendapat ancaman neraka. Waspadalah bermaksiat kepada suami dalam hal;
1.Menolak tidur bersamanya
Rasulullah bersabda;
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur, kemudian dia menolak, maka malaikat akan melaknat isteri tersebut hingga pagi hari. (HR.Bukhari: 4897, Muslim: 1436).
2.Menyakitinya
Apabila seorang isteri tidak menyakiti suami, baik dengan ucapan atau perbuatan, maka jaminannya adalah surga. Rasulullah bersabda;
لاَ تُؤْذِى امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللَّهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
Tidaklah seorang isteri menyakiti suaminya di dunia melainkan isterinya dari bidadari surga akan berkata; jangan engkau menyakitinya, semoga Alloh membinasakanmu. Suami itu disisimu ibarat seorang tamu yang hampir-hampir akan meninggalkanmu dan beralih menjadi milik kami. (HR.Tirmidzi: 1174, Ibnu Majah: 2014, Ahmad 5/242, at-Thobaroni dalam al-Kabir 20/113, Abu Nuaim dalam al-Hilyah 5/220, Dishahihkan oleh al-Albani dalam as-Shohihah no.173, Adab az-Zifaf hal.284).
Syaikh al-Albani berkata: “Hadits ini, sebagaimana engkau lihat sendiri adalah peringatan bagi para isteri yang sering menyakiti suaminya”. (as-Shohihah 1/336).
3.Tidak memenuhi panggilannya
Rasululloh bersabda;
إِذَا الرَّجُلُ دَعَا زَوْجَتَهُ لِحَاجَتِهِ فَلْتَأْتِهِ وَإِنْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّورِ
Apabila seorang suami memanggil isterinya karena sebuah keperluan, maka hendaknya dia memenuhi panggilan suaminya walaupun sedang berada di tempat pembakaran roti. (HR.Tirmidzi: 1160, Ahmad 4/22, Ibnu Hibban: 1295,Baihaqi: 7/292.Dishahihkan oleh al-Albani dalam as-Shohihah no.1202).
Maka wanita dan isteri yang cerdas adalah seorang isteri yang selalu berusaha mengabdi dan berbuat baik kepada suaminya. Bersungguh-sungguh taat kepada suami, menciptakan suasana senang bagi suami, menjadikan suasana rumah damai dan tempat istirahat yang menyenangkan jika suami datang. Seolah-olah rumahnya adalah taman surga yang akan selalu dirindukan untuk dikunjungi. (Ukhtaah Aina Tadzhabiina, Hadza Huwa at-Thoriq hal.133, Abdul Azhim Badawi).

Wanita Sebagai Pendidik
Mendidik anak merupakan kewajiban kedua orang tua. Alloh berfirman;

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS.at-Tahriim: 6).
Sahabat mulia Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Yaitu ajari dan didiklah mereka”. (Tafsir at-Thabari 28/165).
Mengajari dan mendidik anak merupakan salah satu sumbangsih dalam menyiapkan generasi penerus yang baik, generasi yang soleh, taat dan dapat memberi perbaikan bagi agama dan bangsanya.
Dalam hal pendidikan anak, para isteri mempunyai peranan penting, karena mereka lebih banyak di rumah dan lebih sering bergaul dengan mereka.
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: “Hendaknya seorang wanita memperbagusi pendidikan anak-anaknya. Karena anak-anaknya adalah generasi penerus di masa yang akan datang. Dan pertama kali yang akan mereka contoh adalah para ibu. Jika seorang ibu mempunyai akhlak, ibadah dan pergaulannya bagus, dan mereka tumbuh dan terdidik di tangan seorang ibu yang bagus, maka anak-anak nantinya akan mempunyai pengaruh yang positif dalam masyarakat. Oleh karena itu wajib bagi para wanita yang mempunyai anak untuk memperhatikan anak-anaknya, bersungguh-sungguh dalam mendidik mereka, memohon pertolongan jika suatu saat tidak mampu memperbaiki anaknya, baik lewat bantuan para bapak, atau jika tidak ada bapaknya, lewat saudara-saudaranya atau pamannya dan sebagainya”. (Durul Mar’ah Fi Ishlah al-Mujtama’ hal.25-26, Ibnu Utsaimin).

Demikianlah untaian nasehat bagi para wanita muslimah. Wallohi, bukanlah maksud dari tulisan ini untuk selalu menyalahkan atau menyudutkan para isteri dan wanita, akan tetapi hal ini sebagai bahan renungan bagi kita bersama, bahwa wanita mempunyai kedudukan yang agung dan tinggi di dalam rumahnya. Mereka sebagai ibu, isteri dan pendidik. Yang barangkali tugas berat semacam ini tidak sanggup dipikul oleh kaum lelaki. Oleh karenanya wajib bagi para pasutri untuk bisa saling memahami dan kerja sama, agar tercipta rumah tangga yang harmonis, penuh mawaddah dan rohmah. Amiin. Allohu A’lam.

0 komentar: