Selasa, 05 Januari 2010

Berbekal Dengan Tawakkal

Oleh: Abu Abdillah Al-Atsari

Tawakal terhadap sesuatu artinya bergantung dan bersandar kepadanya. Tawakal kepada Alloh artinya bersandar dan bergantung kepadaNya dalam segala keperluan baik dalam meraih manfaat atau menolak madhorot. Tawakal kepada Alloh merupakan alamat dan kesempurnaan iman seorang hamba. Alloh berfirman


وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ


Dan hanya kepada Alloh hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (Al Maidah: 23).

MAKNA DAN HAKEKAT TAWAKAL
Berkata Ibnu Atsir t/ : “Tawakal terhadap suatu perkara adalah apabila bergantung dan bersandar padanya. Aku wakilkan urusanku kepada seseorang maknanya aku bersandar dan bergantung kepadanya. (An-Nihayah 5/221).
Al-Hafizh Ibnu Rojab Al-Hanbali t/ berkata: “Hakekat tawakal adalah kejujuran hati ketika bersandar kepada Alloh, baik di dalam mendatangkan manfaat dan menolak madhorot, pada seluruh perkara dunia dan akherat. Menyerahkan seluruh perkaranya kepada Alloh. Merealisasikan keimanan bahwa tidak ada yang dapat memberi, mencegah, mendatangkan madhorot dan manfaat selain Alloh semata. (Jami’ Ulum Wal Hikam 2/497).
Imam Ibnul Qoyyim t/ mengatakan: “Rahasia tawakal dan hakekatnya adalah bersandar dan bergantungnya hati kepada Alloh semata. Tidaklah tercela mengambil sebab dengan tetap menjaga hati dari ketergantungan kepada sebab tersebut. Sebagaimana tidak berarti orang yang berkata: “Saya tawakal kepada Alloh” tetapi ia bersandar dan berkeyakinan kepada selainNya. Maka tawakalnya lisan lain dengan tawakalnya hati. Oleh karena itu ucapan seseorang: “Saya bertawakal kepada Alloh” tetapi ia masih bersandar dan bergantung kepada selain Alloh tidaklah bermanfaat sedikitpun. Sebagaimana orang yang berkata: “Saya bertaubat kepada Alloh” sedangkan ia terus berkubang dengan maksiat”. (Al-Fawaid Hal.94).
URGENSI TAWAKAL
Termasuk urgensi ayat Iyyaka Na’budu Wa Iyyaka Nasta’in adalah tawakal. Urgensi dan kedudukannya sangat luas dan universal, mengingat luas dan butuhnya semesta alam terhadapnya. Tawakal bersifat umum, bisa terjadi pada kaum mu’minin, kafir, orang yang baik, jahat, ataupun hewan. Seluruh penghuni langit dan bumi satu kedudukan dalam tawakal sekalipun berbeda-beda tingkat tawakal mereka. Maka para waliNya dan orang-orang yang istimewa disisi Alloh mereka bertawakal dalam keimanan, menolong agamaNya, menegakkan kalimatNya dan berjihad melawan musuh-musuhNya. Mereka cinta terhadap Alloh dan melaksanakan segala perintahnya. (Madarijus Salikin 2/118).
Sa’id bin Jubair t/ berkata: “Tawakal adalah keimanan yang universal”. (Jami’ Ulum Wal Hikam 2/497).
Maka jelaslah bahwa tawakal merupakan asas dari seluruh keimanan dan kebaikan. Asas dari seluruh amalan Islam. Urgensinya ibarat sebuah jasad dengan kepalanya. Sebagaimana kepala tidak akan tegak kecuali dengan badan, demikian pula keimanan , kedudukan dan amalannya tidak akan tegak kecuali dengan tawakal. (Thoriq Hijrotain hal.327, lihat pula Fathul Majid hal…).
TAWAKAL DALAM AL-QUR’AN DAN SUNNAH
Ketauhilah wahai hamba yang beriman, Alloh telah memberikan karunia kepada kita semua berupa kehendak dan keinginan. Seorang yang berusaha dan beramal hendaklah mewujudkan tawakal dalam amalannya. Berusaha yang diiringi tawakal kepada Alloh, karena hal itu merupakan tanda keimanan seseorang.
Alloh k/ berfirman:


وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ


Dan hanya kepada Alloh hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (Al Maidah: 23).
Imam Ibnul Qoyyim t/ berkata: “Dalam ayat ini Alloh menjadikan tawakal kepada diriNya sebagai syarat keimanan. Maka indikasi lenyapnya keimanan ketika tidak adanya tawakal”. Lanjutnya lagi: “Dalam ayat yang lain Alloh k/ berfirman


وَقَالَ مُوسَى يَاقَوْمِ إِن كُنتُمْ ءَامَنتُم بِاللهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّسْلِمِينَ


Berkata musa “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Alloh, maka bertawakallah kepadanya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri”. (Yunus: 84).
Dalam ayat ini Alloh menegaskan benarnya Islam seorang hamba dengan tawakal. Maka semakin kuat tawakal seorang hamba, semakin kuat pula imannya. Demikian juga sebaliknya apabila lemah imannya, lemah pula tawakalnya. Apabila tawakalnya lemah, indikasi lemahnya keimanan sudah keharusan. (Fathul Majid 2/588-Tahqiq DR.Walid Abdurrohman).
Demikianlah wahai saudaraku, barometer keimanan seseorang tergantung dari tawakalnya kepada Alloh. Semakin kuat tawakalnya semakin kuat pula keimanannya. Alloh akan membalasnya berupa kecukupan. Kecukupan dalam rizki, dan segala keperluannya. Alloh k/ berfirman:


وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ


Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan keperluannya. (At-Tholak: 3).
Sebagian salaf berkata: “Alloh membalas setiap amalan sesuai dengan jenis amalannya. Sedangkan tawakal balasannya berupa kecukupan dari Alloh sendiri. FirmanNya: Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan keperluannya. Tidaklah Ia mengatakan balasannya demikian dan demikian sebagaimana pada amalan yang lain. Akan tetapi Alloh menjadikan dirinya sendiri sebagai pemberi kecukupan pada hambanya yang bertawakal. Alloh akan mencukupkan dan menjaganya. Maka seandainya seorang hamba bertawakal kepada Alloh dengan sebenar-benarnya tawakal, hampir-hampir seluruh langit, bumi dan seisinya memberikan jalan keluar, mencukupkan dan menolongnya. (Taisir Aziz Hamid hal.443).
Berkata Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t/ : “Ayat ini memberi faidah bahwa orang yang bertawakal kepada selain Alloh dia adalah orang yang hina. Karena selain Alloh tidaklah mampu memberi kecukupan. Barangsiapa bertawakal kepada selain Alloh, Alloh akan berlepas diri dan membuatnya bergantung kepada selainNya. Dia tidak mendapat yang diinginkan, semakin jauh dari Alloh sesuai ketergantungannya kepada selain Alloh tersebut. (Al-Qoul Al-Mufid 2/196).
Tawakal adalah ibadah yang agung, maka sudah semestinya seorang hamba bertawakal hanya kepada Alloh semata. Barangsiapa yang bertawakal kepada selain Alloh sungguh dia telah berbuat syirik, merugi di dunia dan akherat, tertipu dan tidak mendapat yang ia harapkan.
Alloh k/ berfirman:


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ


Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Alloh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka, dan kepada robbNya mereka bertawakal. (Al-Anfal: 2).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t/ mengatakan: “Dan tidaklah seseorang berharap kepada makhluk atau bertawakal kepadanya, melainkan dia akan merugi terhadap apa yang dia harapkan. Sungguh ia telah berbuat syirik. Kemudian beliau membaca ayat:


وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَآءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ


Barangsiapa mempersekutukan sesutu dengan Alloh, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31). (Lihat Fathul Majid hal….).
Imam Ibnu Katsir berkata: “Yaitu tidaklah mereka berharap dan bermaksud melainkan kepada Alloh semata. Mereka tidak berlindung kecuali disisiNya. Tidak meminta kebutuhan kecuali kepadaNya. Mereka menyadari bahwa yang dikehendaki Alloh pasti terjadi. Dan apa yang tidak Ia kehendaki tidak akan terjadi. Dialah yang maha mengatur. Tidak ada yang dapat menolak ketetapannya, dan Dia-lah yang maha cepat hisabNya. (Tafsir Qur’an Azhim 2/263).
Ya, hanya kepada Alloh semata engkau bertawakal. Ketahuilah wahai saudaraku! Jika engkau bertawakal kepada selainNya berarti engkau bertawakal kepada dzat yang lemah, tidak bisa memberi manfaat dan madhorot sedikitpun.
Syaikh Ibnu Utsaimin t/ berkata: “Yaitu kepada Alloh saja mereka bertawakal, mereka menyerahkan urusan semuanya kepada dzat yang maha kuasa dan mengatur, tidak kepada selainNya. Lanjutnya lagi: “Mereka tidak bertawakal kecuali kepada Alloh, karena selain Alloh jika engkau bertawakal kepadanya berarti engkau bertawakal kepada orang yang sepertimu, tidak mampu memberi manfaat kepadamu. Akan tetapi bertawakallah kepada Alloh di dalam perkara-perkara agama dan duniamu”. (Syarah Riyadhus Sholihin 2/505).
Maka bersegeralah wahai seorang hamba untuk bertawakal kepadaNya, karena hal itu merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang. Tidak ada balasan yang setimpal kepada orang yang bertawakal kepada Alloh, melainkan Alloh akan luaskan rizkinya dan masuk ke dalam surganya tanpa hisab.
Rasululloh n/ dalam sebuah haditsnya yang panjang pernah menceritakan tujuh puluh golongan dari umatnya yang masuk surga tanpa hisab. Beliau bersabda:


هُمُ الَّذِيْنَ لاَ يَسْتَرْقُوْنَ وَ لاَ يَكْتَوُوْنَ وَ لاَ يَتَطَيَّرُوْنَ وَ عَلىَ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ


Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak berobat dengan cara Kay, tidak bertathoyyur, dan hanya kepada Alloh mereka bertawakal. HR.Bukhori 5705, Muslim 220.
Rasululloh n/ bersabda:


لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلُوْنَ عَلىَ اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ, تَغْدُوْ خِمَاصًا وَ تَرُوْحُ بِطَانًا.


Andaikan kalian bertawakal kepada Alloh dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Alloh akan memberi rizki kepada kalian sebagaimana Ia memberi rizki kepada seekor burung. Pergi pagi dengan kantung kosong, pulang membawa makanan. (HR.Tirmidzi: 2344, Ahmad 1/30, Ibnu Majah: 4164, Baghowi: 4108, Ibnu Hibban: 730, Hakim 4/318. Al-Albani menshohihkannya dalam As- Shohihah: 310).
Berkata Al-Hafizh Ibnu Rojab Al-Hanbali t/ : “Hadits ini merupakan pondasi yang agung dalam tawakal. Dan tawakal termasuk sebab yang paling besar untuk mendatangkan rizki”. Lalu beliau membawakan firman Alloh k/ :


وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا {2} وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا


Barangsiapa yang bertakwa kepada Alloh niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan keperluannya. (At-Tholaq: 2-3).
MENGAMBIL SEBAB TIDAK MENAFIKAN TAWAKAL
Pembaca yang dirohmati Alloh, tawakal seorang hamba tidak menafikan untuk mengambil sebab-sebab syar’I yang di bolehkan. Bahkan hal itu termasuk perkara yang dianjurkan dalam agama yang mulia ini.
Imam Ibnul Qoyyim t/ berkata: “Umat ini telah bersepakat bahwasanya tawakal tidak menafikan untuk mengambil sebab. Maka tidaklah sah tawakal kecuali dengan mengambil sebab-sebabnya. Jika tidak demikian maka tawakalnya rusak dan sia-sia”. (Madarijus Salikin 2/121).
Merealisasikan tawakal tidaklah menafikan untuk mengambil sebab(sarana). Sungguh Alloh telah memerintahkan para hambanya untuk mengambil sebab dengan tetap tawakal kepadaNya. Maka berusaha mengambil sebab dengan anggota badan merupakan ketaatan kepada Alloh. Dan tawakal dengan hati merupakan keimanan kepadaNya.
Alloh k/ berfirman:


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انفِرُوا جَمِيعًا


Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah kemedan pertempuran berkelompok-kelompok atau majulah bersama-sama. (An-Nisa:71).
Imam Ibnu Katsir t/ mengatakan: “Alloh memerintahkan para hambanya yang beriman untuk waspada terhadap musuh. Maka hal ini melazimkan untuk bersiap-siap dengan senjata dan jumlah pasukan. Memperbanyak personel pasukan untuk terjun ke medan pertempuran”. (Tafsir Qur’an Azhim 1/465).
Ishaq bin Rohawaih t/ pernah ditanya: “Apakah boleh seseorang terjun dalam kancah pertempuran tanpa bekal sedikitpun? Beliau menjawab: “Jika dia seperti Abdullah bin Jubair maka tidak mengapa masuk kancah pertempuran dengan tanpa bekal, jika tidak maka janganlah masuk ke medan pertempuran kecuali dengan bekal dan persiapan”. (Tazkiyatun Nufus Hal.100).
Maka tawakal merupakan sebab yang paling besar untuk mendapatkan yang dituntut dan menolak yang dibenci. Barangsiapa yang mengingkari untuk mengambil sebab, maka tidaklah dia istiqomah dalam tawakalnya. Akan tetapi termasuk kesempurnaan tawakal adalah tidak bersandar kepada sebab tersebut dan menghilangkan ketergantungan hati kepadanya. Hatinya bergantung kepada Alloh bukan kepada sebab, badannya berusaha dengan mengambil sebab. (Madarijus Salikin 2/125).
Demikian pula Rasululloh mengajarkan untuk mengambil sebab. Dalam sebuah riwayat ada seseorang yang bertanya kepada Rasululloh “Wahai Rasululloh apakah saya ikat onta saya lalu tawakal kepada Alloh ataukah saya lepas dengan tawakal kepadaNya? Rasululloh menjawab: “Ikat dulu baru tawakal kepada Alloh!”.(HR.Tirmidzi:2517 Dihasankan oleh Al-Albani dalam Takhrij Musykilah Faqr no.22).
Ketauhilah wahai saudaraku! amalan seorang hamba ada tiga macam;
Pertama; Ketaatan yang Alloh perintahkan kepada para hambanya. Alloh menjadikan ketaatan sebagai sebab untuk selamat dari neraka dan masuk surga. Maka hal yang seperti ini harus dilakukan oleh seorang hamba, dengan tetap tawakal dan meminta pertolongan kepadaNya, karena tidak ada daya dan upaya kecuali dariNya.
Kedua; Berupa perkara duniawi. Maka Alloh tetap memerintahkan para hambanya untuk mengambil sebab. Seperti makan ketika lapar, minum ketika haus, berteduh dari panas dan lainnya.
Ketiga; Berupa perkara dunia yang bersifat umum seperti berobat ketika sakit. Dalam masalah ini ulama berselisih pendapat. Apakah bagi orang yang tertimpa sakit lebih utama berobat atau meninggalkannya karena ingin merealisasikan tawakal kepada Alloh. Ada dua pendapat yang masyhur dari kalangan ulama. Yang zhohir dari pendapat Imam Ahmad bahwa tawakal lebih utama bagi orang yang kuat menerimanya. Adapun yang menguatkan pendapat untuk berobat, mereka berdalil dengan perintah Nabi kepada umatnya untuk berobat.
Demikian akhir pembahasan kali ini. Semoga Alloh menguatkan tawakal kita semua. Tawakal yang diawali dengan usaha sebagai bentuk kesempurnaan iman seorang muslim. Amiin. Allohu ‘Alam.