Minggu, 11 April 2010

Adab Buang Hajat

Oleh: Abu Abdillah Al-Atsary


Suatu ketika Salman Al-Farisi pernah ditanya oleh seorang musyrik: Apakah benar Nabi kalian mengajarkan perkara-perkara dien ini hingga adab buang hajat? Salman menjawab dengan tegas: Benar! Beliau melarang kita istinja dengan tangan kanan, dan melarang kita untuk menghadap kiblat. Sebuah hadits yang agung menggambarkan betapa sempurnanya agama islam ini, tidak hanya menjelaskan perkara-perkara yang besar dan urgen, namun juga perkara yang sering disepelekan oleh kebanyakan orang yaitu adab buang hajat. Berikut ini kelanjutan dari rantaian adab-adab islam yang coba kami kupas, semoga bermanfaat..

ADAB BUANG HAJAT

1. Tidak disembarang tempat
Membung hajat disembarang tempat, tidak hanya mengotori dan mengganggu orang lain namun juga menyebabkan pelakunya mendapat la’nat, Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 58).
Rosulullah bersabda:
اِتَّقُوْا اْللَّعَانَيْنِ, قَالُوْا: وَمَا اْللَّعَانَانِ يَا رَسُوْلَ الله ِ؟ قَالَ: الَّذِيْ يَتَخَلَّى فِيْ طَرِيْقِ اْلنَّاسِ أَوْ فِيْ ظِلِّهِمْ
"Takutlah kalian dari dua perkara yang menyebabkan pelakunya mendapat la’nat, para sahabat bertanya: Apa dua perkara itu wahai rosulullah? Rasulullah menjawab: Yaitu orang yang buang hajat ditempat-tempat yang dilalui manusia dan tempat perteduhan mereka".HR. Muslim(269), Abu Dawud(25), Ahmad(8636).
Berkata Syaroful Haq ‘Adzim Abadi: “Hadits ini menunjukkan haromnya buang hajat di jalan-jalan yang dilalui oleh manusia atau tempat perteduhan mereka, karena orang yang lewat akan merasa jijik dan terganggu dengan najisnya”. (Aunul Ma’bud 1/31).

2.Larangan kencing pada air yang tenang
Berdasarkan hadits:
لاَ يَبُوْلَنَّ أََحَدُكُمْ فِيْ اْلمَاءِ اْلَّدَائِمِ الَّذِيْ لاَ يَجْرِى
Janganlah kalian kencing pada air yang tenang lagi tidak mengalir. (Bukhori 239 dan Muslim 282).
Imam Nawawi berkata: “Jika airnya banyak dan mengalir maka tidaklah diharamkan kencing didalamnya,akan tetapi menjauhinya lebih utama”.(Syarah Shohih Muslim 3/523).

3. Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah
Yang demikian sebagai bentuk pemuliaan dan penjagaan nama Allah dari penghinaan, karena itu tidaklah layak bagi seorang muslim ketika buang hajat membawa sesuatu yang bertuliskan lafadz Allah, kecuali karena dhorurat. Adapun mushaf Al-qur’an tidak diragukan lagi larangannya untuk dibawa ketika buang hajat, dan inilah pendapat ahlu ‘ilmi.( Lihat Syarah Mumti’ 1/91).
Perhatian: Hadits yang menjelaskan bahwasanya Nabi apabila buang hajat beliau melepas cincinnya yang bertuliskan lafadz Allah, hadits ini adalah dho’if, riwayat Abu Dawud (19), dan dia berkata: “Ini adalah hadits munkar”, Tirmidzi (1746), (47-Syamail), Ibnu Majah (303),Nasa’i (5210), dan dia berkata: “Hadits ini ‘Ghoiru Mahfudz”’ (Syadz-pent),Baihaqi (1/95), Hakim (1/187), Ibnu Hibban (1413), Qurthubi dalam Tafsirnya (10/88), Imam Nawawi berkata: “Hadits ini ditolak keabsahannya!”( At-Talkhis 1/160). Al-Albani berkata: “Apa yang dikatakan Abu Dawud adalah benar, karena jumhur ‘ulama telah mendho’ifkan hadits ini”, lihat Al-Misykah (343), Mukhtasor Syamail Muhammadiyah(75).

4. Masuk dengan mendahulukan kaki kiri dan berdo’a
Berdasarkan hadits:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ اْلنَّبِيُّ يُعْجِبُهُ اْلتَّيَمُنُ فِيْ تَنَعُّلِهِ وَ تَرَجُّلِهِ وَ طُهُوْرِهِ وَ فِيْ شَأْنِهِ كُلِّهِ
"Dari ‘Aisyah dia berkata: Adalah rosulullah mencintai untuk mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, bersisir, bersuci dan pada perkara mulia lainnya".HR. Bukhori(168), Ahmad(6/187).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Telah tetap dalam kaidah syar’i bahwa perbuatan yang didalamnya mungkin untuk dilakukan antara kanan dan kiri, maka hendaklah mendahulukan yang kanan pada perkara-perkara yang baik dan mulia semisal: memakai sandal, masuk masjid, keluar WC dan lainnya, adapun perkara-perkara yang hina dan kotor seperti: masuk WC, keluar masjid, melepas sandal maka hendaklah kaki kiri didahulukan".(Majmu Fatawa 21/109).
Kemudian berdo’a:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ اْلخُبُثِ وَ اْلخَبَائِثِ
Yaa Allah… Aku berlindung kepada-Mu dari gangguan Syaithon laki-laki dan Syaithon perempuan.HR. Bukhori(142), Muslim(375).
Ibnu Batthol berkata: “Do’a ini tidak hanya dibaca pada tempat-tempat buang hajat( semisal kakus, jamban-pent) namun juga pada tempat-tempat lainnya”. (semisal tanah lapang, kebun -pent) . (lihat Subulussalam 1/154).

5. Larangan menghadap kiblat
Dalam masalah ini ada beberapa hadits yang menjelaskan,
a) Hadits Abu Ayyub Al-Anshori, bahwasanya rosulullah bersabda:
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ اْلغَائِطَ فَلاَ يَسْتَقْبِلِ اْلقِبْلَةَ وَلاَ يُوَلِّهَا ظَهْرَهُ
Apabila salah seorang diantara kalian buang hajat, maka janganlah ia menghadap kiblat atau membelakanginya! HR. Bukhori(144), Muslim(264).

2. Dari Jabir Bin Abdullah dia berkata:
نَهَى اْلنَّبِيُّ أَنْ نَسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةَ بِبَوْلٍ فَرَأَيْتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْبَضَ بِعَامٍ يَسْتَقْبِلُهَا
Nabi melarang kami menghadap kiblat ketika buang hajat, akan tetapi aku melihatnya menghadap kiblat setahun sebelum wafatnya. HR. Tirmidzi(9), Abu Dawud(13), Ibnu Majah(325), Ibnu Khuzaimah (58), Ahmad(5/515), Ibnu Hibban(1320), Ibnu Jarud(31), dihasankan oleh Al-Albani dalam shohih sunan Abu Dawud.

3. Hadits Abdullah Bin ‘Umar dia berkata:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: إِنَّ نَاسًا يَقُوْلُوْنَ إِذَا قَعَدْتَ عَلىَ حَاجَتِكَ فَلاَ تَسْتَقْبِلِ اْلقِبْلَةَ وَلاَ بَيْتَ اْلمَقْدِسِ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ عُمَرَ : لَقَدْ اِرْتَقَيْتُ يَوْمًا عَلىَ بَيْتٍ لَنَا فَرَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ عَلىَ لَبِيْنَتَيْنِ مُسْتَقْبِلاً بَيْتَ اْلمَقْدِسِ
Sesungguhnya manusia berkata; apabila buang hajat janganlah menghadap kiblat atau baitul maqdis, padahal suatu hari aku pernah naik rumah saudara perempuanku(Hafshoh), dan aku melihat rosulullah buang hajat dengan menghadap Baitul Maqdis. HR. Bukhori(145), Muslim(266).
Hadits-hadits diatas nampaknya bertentangan satu sama lain, karena itu para ‘ulama berselisih tajam dalam masalah ini, apakah hukum menghadap kiblat dan membelakanginya ketika buang hajat bersifat mutlak, baik pada bangunan maupun tanah lapang??!. Hadits Abu Ayyub berfaidah larangan menghadap kiblat dan membelakanginya secara mutlak, sedangkan hadits Jabir menjelaskan bahwa akhir perkara rosulullah menunjukkan bolehnya menghadap kiblat, sementara hadits Abdullah Bin ‘umar menunjukkan bolehnya membelakangi kiblat tidak menghadapnya pada bangunan atau yang semisalnya. Yang benar dalam masalah ini, adalah pendapat jumhur ‘ulama yang mengkompromikan dali-dalil yang ada, bahwa menghadap kiblat dan membelakanginya dilarang pada tanah lapang atau tempat yang tidak ada penutup dan pembatasnya, adapun pada bangunan atau tempat yang ada penutup dan pembatasnya maka dibolehkan. Inilah pendapat yang dipilih oleh Al-‘Abbas bin Abdul Mutholib, Abdullah Bin ‘Umar, Sya’bi, Ishaq Bin Rohawaih, Imam Malik dan Syafi’i.(Lihat Syarah Shohih Muslim 2/497). Juga pendapat para ‘Ulama lainnya seperti Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah Muhadzzab (2/93), Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (1/323), Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (1/221), As-Shon’ani dalam Subulus Salam (1/162), Syaikh Ibnu Baz dalam fatawanya(10/35), dan Lajnah Daimah (5/95, no.4480). Wallahu ‘Alam.

6. Menjaga aurot
Berkata Imam Ibnu qudamah: “Disukai untuk menutup aurot ketika buang hajat, jika ia mendapati kebun, rerimbunan, pohon atau lainnya hendaklah ia menutup diri dengannya, jika tidak maka hendaklah ia menjauh hingga tidak dilihat seorangpun”. (Al-Mughni 1/222).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرَ قَالَ: أَرْدَفَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ ذَاتَ يَوْمٍ خَلْفَهُ فَأَسَرَّ إِلَيَّ حَدِيْثًا لاَ أُحَدِّثُ بِهِ أَحَدًا مِنَ اْلنَّاسِ وَ كَانَ أَحَبَّ مَا اسْتَتَرَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ لِحَاجَتِهِ هَدَفٌ أَوْ حَائِشُ نَخْلٍ
Dari ‘Abdullah Bin Ja’far dia berkata: Rosulullah pernah memboncengku pada suatu hari, dan beliau menceritakanku sebuah hadits yang tidak aku ceritakan kepada seorangpun, bahwasanya beliau paling suka untuk menjaga ‘aurot ketika buang hajat dengan pergi ketempat yang tinggi atau yang sepi. HR. Muslim(342), Abu Dawud(2549), Ibnu Majah(340).
Juga berdasarkan hadits:
عَنْ اْلمُغِيْرَةَ بْنِ شُعْبَةَ أَنَّ اْلنَبِيَّ كَانَ إِذَا ذَهَبَ اْلمَذْهَبَ أَبْعَدَ
Dari Mughiroh Bin Syu’bah dia berkata: Adalah rosulullah apabila buang hajat, menjauh ketempat yang sepi. HR.Abu Dawud(1), Tirmidzi(20), Ibnu Majah(331), Nasa’i(17), Darimi(666). Al-Albani menghasankannya dalan As-Shohihah (1159).
Imam Nawawi berkata: "Didalam hadits terdapat anjuran untuk menjaga ‘aurat ketika buang hajat, baik di tempat sepi, terlindung atau yang lainnya, yang dapat menutupi dari pandangan orang". (Syarah Shohih Muslim 3/29).

7. Kencing berdiri?
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ اْلنَّبِيَّ كَانَ يَبُوْلُ قَائِمًا فَلاَ تُصَدِّقُوْهُ , مَا كَانَ يَبُوْلُ إِلاَّ قَائِدًا
Dari ‘Aisyah dia berkata: Barang siapa yang menceritakan kalian bahwasanya Nabi kencing berdiri janganlah dipercaya! Tidaklah Nabi kencing kecuali dengan duduk. HR. Tirmidzi(12), Nasa’i(29), Ibnu Majah(307), Ahmad(6/192). Dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah (201).
Hudzaifah Bin Yaman berkata:
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ اْليَمَانِ قَالَ: كُنْتُ مَعَ اْلنَّبِيِّ فَانْتَهَى إِلىَ سُبَاطَةِ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا
Aku pernah pergi bersama Nabi, kemudian beliau berhenti pada suatu tempat dan kencing dengan berdiri. HR. Bukhori(226), Muslim(273).
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Yang dzhohir bahwa perbuatan nabi diatas menunjukkan bolehnya hal itu, sekalipun beliau paling sering kencing dengan duduk, adapun perkataan ‘Aisyah hanya sebatas pengetahuannya didalam rumah, yang dia tidak tahu pada selainnya. (Fathul Bari 1/430).
Kesimpulannya: kencing dengan berdiri atau duduk dibolehkan, yang terpenting adalah aman dari percikan air kencingnya. ( lihat As-Shohihah 1/393)
Perhatian: hadits yang berbunyi:
عَنْ عُمَرَ قَالَ: رَاّنِيْ اْلنَّبِيُّ وَ أَناَ أَبُوْلُ قَائِمًا, فَقَالَ: يَا عُمَرُ لاَ تَبُلْ قَائِمًا! فَمَا بُلْتُ قَائِمًا بَعْدُ
Dari Umar dia berkata: Nabi melihatku kencing dengan berdiri maka beliaupun menegurku seraya berkata: Hai ‘Umar janganlah kamu kencing dengan berdiri! HR.Tirmidzi(12), Ibnu Majah(308), Ibnu Hibban(135), Baihaqi(1/102). Ini adalah hadits yang dho’if, didho’ifkan oleh Tirmidzi dalam sunannya(12), Al-Albani dalam Ad-Dho’ifah (934).

8. Larangan menggunakan tangan kanan
Imam Ibnu Qoyyim berkata: "Adalah Nabi Istinja dan Istijmar dengan tangan kirinya".(Zaadul Ma’ad 1/166).
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِيْهِ عَنِ اْلنَّبِيِّ قَالَ: إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَأْخُذَنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَلاَ يَسْتَنْجِيْ بِيَمِيْنِهِ
Dari Abu Qotadah dari bapaknya bahwasanya rosulullah bersabda: Apabila salah seorang diatara kalian kencing maka janganlah ia memegang kemaluannya dan beristinja dengan tangan kanannya. HR. Bukhori(154), Muslim(267).
Imam Nawawi berkata: "‘Ulama bersepakat atas haramnya beristinja dengan tangan kanan". (Syarah Shohih Muslim 2/498).

9. Istinja
Istinja adalah bersuci dengan menggunakan air, batu atau yang lainnya. hal ini wajib dilakukan untuk mensucikan segala sesuatu yang keluar dari dua jalan(seperti air kencing, berak, madzi-pent).Lihat Al-Mughni 1/206, Majmu’ Syarah Muhadzzab 2/110. Adapun dalil istinja dengan air, berdasarkan hadits:
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ يَقُوْلُ: كَانَ اْلنَّبِيُّ إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ أَجِيْءُ أَناَ وَ غُلاَمٌ مَعَناَ إِدَاوَةٌ مِنْ مَاءٍ

Dari Anas Bin Malik dia berkata: Adalah Nabi apabila hendak buang hajat, maka aku dan seorang anak sebayaku membawakan seember air untuknya.HR. Bukhori(150).
Imam Asy-Saukani berkata: "Hadits ini menunjukkan tetapnya istinja dengan air" (Nailul Author 1/96, lihat pula Al-Mugni 1/208).

10. Istijmar
Termasuk keindahan agama islam, bahwasanya agama ini datang dengan membawa kemudahan dan menghilangkan kesukaran, Allah berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
QS. Al-Baqoroh: 185.
Diantara kemudahan tersebut adalah bolehnya bersuci dengan menggunakan air, batu,daun atau selainnya. Adapun Istijmar adalah bersuci dengan menggunakan batu. Orang yang akan beristijmar hendaklah ia menjauhi tulang dan kotoran, berdasarkan hadits:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: اِتَّبَعْتُ اْلنَّبِيَّ وَ خَرَجَ لِحَاجَتِهِ فَكَانَ لاَ يَلْتَفِتُ فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَقَالَ: اِبْغِنِيْ أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضُ بِهَا وَ لا َتَأْتِنِيْ بِعَظَمٍ وَ لاَ رَوْثٍ فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍبِطَرْفِ ثِيَابِيْ فَوَضَعْتُهَا إِلىَ جَنْبِهِ وَ أَعْرَضْتُ عَنْهُ فَلَمَّا قَضَى أَتْبَعَهُ بِهِنَّ
Dari Abu Hurairoh dia berkata: Suatu ketika aku pernah berjalan dibelakang Rosulullah tatkala ia hendak buang hajat, maka beliaupun berkata: Carikanlah untukku beberapa batu yang aku dapat bersuci dengannya! Dan janganlah engkau memberiku tulang atau kotoran, maka akupun memberinya beberapa batu dengan ujung bajuku, yang aku letakkan disisinya, tatkala aku berpaling maka rosulullahpun memakai batu-batu tersebut. HR. bukhori(155).

10. Sunnahnya istijmar dengan bilangan ganjil
Berdasarkan hadits:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنْ اْلنَّبِيِّ قَالَ: إِذَا اسْتَجْمَرَ أََحَدُكُمْ فَلْيَسْتَجْمِرْ وِتْرًا
Dari Abu Hurairoh bahwasanya rosulullah bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian istijmar maka istijmarlah dengan bilangan yang ganjil”.HR. Bukhori(161), Muslim(237),dan ini lafadznya. Dan hendaklah bilangan tersebut tidak kurang dari tiga, berdasarkan hadits:
عَنْ سَلْمَانَ قَالَ: قِيْلَ لَهُ : قَدْ عَلَّمَكُمْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى اْلخِرَاءَةَ قَالَ: أَجَلْ! لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ اَنْ نَسْتَنْجِيَ بِاْليَمِيْنِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيْعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
Dari Salman bahwasanya dia ditanya seorang musyrik: “Apakah Nabi kalian mengajarkan segala sesuatu hingga adab buang hajat?” Salman menjawab: “Ya! Sungguh beliau melarang kami ketika buang hajat untuk menghadap kiblat, istinja dengan tangan kanan, istinja kurang dari tiga batu, istinja dengan kotoran atau tulang”.HR. Muslim(262), Tirmidzi(16), Abu Dawud(7), Ibnu Majah(316).
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Berdasarkan hadits ini Imam Syafi’i, Ahmad, dan Ahli hadits mensyaratkan bahwa istijmar tidak boleh kurang dari tiga, dengan tetap menjaga kebersihannya, bila kurang bersih boleh lebih dari tiga dan disunnahkan ganjil.(Fathul Bari 1/336 lihat pula Al-mughni 1/209, Majmu’Syarah Muhadzzab 2/120 Tuhfatul Ahwadzi 1/67).

11. Dibencinya berbicara ketika buang hajat
Berdasarkan hadits:
عَنْ عَبْدِ الله ِبْنِ عُمَرَ أََنَّ رَجُلا ًمَرَّ وَ رَسُوْلُ اللهِ يَبُوْلُ فَسَلَّمَ , فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ
Dari Abdullah Bin ‘Umar dia berkata: Adalah seorang laki-laki memberi salam kepada Rosulullah tatkala beliau kencing, maka beliaupun tidak menjawabnya. HR. Muslim(370), Abu Dawud(16), Tirmidzi(90), Nasa’i(37), Ibnu Majah(353), Lihat Al-Irwa(54). Berkata Imam Nawawi: “Didalam hadits ini terdapat faidah bahwasanya seorang muslim yang sedang buang hajat tidak wajib menjawab salam, dan faidah yang lain adalah dibencinya berbicara ketika buang hajat terkecuali ketika terpaksa”.(Syarah Shohih Muslim 3/51).

12. Do’a keluar WC
Ketika selesai buang hajat, hendaklah keluar dengan mendahulukan kaki kanan seraya berdo’a:
غُفْرَانَكَ
Yaa… Allah aku mohon ampunan-Mu. HR.Tirmidzi(7), Abu Dawud(30), Ibnu Majah(300), Ahmad(24694), Ibnu Sunni dalam Amal Yaum Wa Lailah (23), Hakim (1/158), Baihaqi(1/97), di shohihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa(52).
Demikianlah pembahasan kali ini, semoga Allah menjadikannya ikhlas mengharap wajah-Nya dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin. Wallahu ‘Alam

Hukum Merayakan Tahun Baru

Di susun oleh: Ummu Aiman
Di Muroja'ah oleh: Ustadz Abu Salman

Beberapa hari setelah natal berlalu, masyarakat mulai disibukkan dengan persiapan menyambut tahun baru masehi pada tanggal satu Januari. Bagaimana Islam memandang hal ini?

Saudariku, Allah telah menganugerahkan dua hari raya kepada kita, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dimana kedua hari raya ini disandingkan dengan pelaksanaan dua rukun yang agung dari rukun Islam, yaitu ibadah haji dan puasa Ramadhan. Di dalamnya, Allah memberi ampunan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dan orang-orang yang berpuasa, serta menebarkan rahmat kepada seluruh makhluk.

Ukhti, hanya dua hari raya inilah yang disyariatkan oleh agama Islam. Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bermain-main di hari raya itu pada masa jahiliyyah, lalu beliau bersabda: ‘Aku datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bermain di hari itu pada masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah menggantikannya untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari raya Idul Adha dan idul Fitri.’” (Shahih, dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’I, dan Al-Baghawi)

Maka tidak boleh umat Islam memiliki hari raya selain dua hari raya di atas, misalnya Tahun Baru. Tahun Baru adalah hari raya yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Disamping itu, perayaan Tahun Baru sangat kental dengan kemaksiatan dan mempunyai hubungan yang erat dengan perayaan natal. Lihatlah ketika para remaja berduyun-duyun pergi ke pantai saat malam tahun baru untuk begadang demi melihat matahari terbit pada awal tahun, kebanyakan dari mereka adalah berpasang-pasangan sehingga tentu saja malam tahun baru ini tidak lepas dari sarana-sarana menuju perzinaan. Jika tidak terdapat sarana menuju zina, maka hal ini dapat dihukumi sebagai perbuatan yang sia-sia. Ingatlah saudariku, ada dua kenikmatan dari Allah yang banyak dilalaikan oleh manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang (HR Bukhari). Maka janganlah kita isi waktu luang kita dengan hal sia-sia yang hanya membawa kita ke jurang kenistaan dan menjadikan kita sebagai insan yang merugi.

Saudariku, Allah telah menyempurnakan agama ini dan tidak ada satupun amal ibadahpun yang belum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada umatnya. Maka tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Allah wahyukan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan pada kita. Saudariku, ikutilah apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tuntunkan kepada kita, janganlah engkau meniru-niru orang kafir dalam ciri khas mereka. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut (Hadits dari Ibnu ‘Umar dengan sanad yang bagus). Setiap diri kita adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Semoga Allah senantiasa menyelamatkan agama kita. Wallaahu a’lam.

Maraji’:
  1. Fatwa: Natal Bersama. Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun III.
  2. Fatwa: Natal Bersama. Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun IV.
  3. Fatwa-Fatwa Terkini 2. Cetakan ketiga. Tahun 2006. Darul Haq.
  4. Bulletin At-Tauhid Edisi 96 Tahun II.

Hukum Natal Bersama

Disusun oleh: Ummu Aiman
Di Muroja'ah oleh: Ustadz Abu Salman

Setiap bulan Desember umat nasrani merayakan hari raya agama mereka, yaitu Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Mendekati bulan ini, beberapa sudut pertokoan mulai ramai dengan hiasan natal. Supermarket-supermarket yang mulanya sepi-sepi saja, kini dihiasi dengan pernak-pernik natal. Media massa pun tidak ketinggalan ikut memeriahkan hari raya ini dengan menayangkan acara-acara spesial natal.

Disudut kampus, seorang mahasiswi berkerudung menjabat tangan salah seorang teman wanitanya yang beragama nasrani sambil berkata, “Selamat Natal ya…” Aih-aih, tidak tahukah sang muslimah ini bagaimana hukum ucapan tersebut dalam syariat Islam?

Saudariku, banyak sekali umat Islam yang tidak mengetahui bahwa perbuatan ini tidak boleh dilakukan, dengan tanpa beban dan tanpa merasa berdosa ucapan selamat natal itu terlontar dari mulut-mulut mereka. Mereka salah kaprah tentang toleransi beragama sehingga dengan gampang dan mudahnya mereka mengucapkan selamat natal pada teman dan kerabat mereka yang beragama nasrani. Lalu bagaimana sebenarnya pandangan islam dalam perkara ini? Berikut ini adalah bahasan seputar natal yang disusun dari beberapa fatwa ulama.

Natal Menurut Islam

Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan mengahayati kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang Allah utus untuk hamba-hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman dalam QS Maryam: 30 yang artinya, “Isa berkata, ‘Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah (manusia biasa). Dia memberikan kepadaku Al Kitab (Injil) dan menjadikanku sebagai seorang Nabi.’”

Wahai Saudariku, maka barangsiapa dari kita yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang muslim, maka ia harus meyakini bahwa ‘Isa adalah seorang Nabi yang Allah utus menyampaikan risalah-Nya dan bukanlah anak Tuhan dengan dasar dalil di atas.

Tentang Ucapan Selamat Natal

Atas nama toleransi dalam beragama, banyak umat Islam yang mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani baik kepada kerabat maupun teman. Menurut mereka, ini adalah salah satu cara untuk menghormati mereka. Ini alasan yang tidak benar, sikap toleransi dan menghormati tidak mesti diwujudkan dengan mengucapkan selamat kepada mereka karena di dalam ucapan tersebut terkandung makna kita setuju dan ridha dengan ibadah yang mereka lakukan. Jelas, ini bertentangan dengan aqidah Islam.

Ketahuilah saudariku, hari raya merupakan hari paling berkesan dan juga merupakan simbol terbesar dari suatu agama sehingga seorang muslim tidak boleh mengucapkan selamat kepada umat nasrani atas hari raya mereka karena hal ini sama saja dengan meridhai agama mereka dan juga berarti tolong-menolong dalam perbuatan dosa, padahal Allah telah melarang kita dari hal itu:

Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS Al Maidah: 2)

Ketahuilah wahai saudariku muslimah, ketika seseorang mengucapkan selamat natal kepada kaum nasrani, maka di dalam ucapannya tersebut terdapat kasih sayang kepada mereka, menuntut adanya kecintaan, serta menampakkan keridhaan kepada agama mereka. Seseorang yang mengucapkan selamat natal kepada mereka, sama saja dia setuju bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan merupakan salah satu Tuhan diantara tiga Tuhan. Dengan mengucapkan selamat pada hari raya mereka, berarti dia rela terhadap simbol-simbol kekufuran. Meskipun pada kenyataannya dia tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap saja tidak diperbolehkan meridhai syiar agama mereka, atau mengajak orang lain untuk memberi ucapan selamat kepada mereka. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak menjawabnya karena itu bukan hari raya kita, bahkan hari raya itu tidaklah diridhai Allah.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan, adapun ucapan selamat terhadap simbol-simbol kekufuran secara khusus disepakati hukumnya haram misalnya mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan, ‘Hari yang diberkahi bagimu’ atau ‘Selamat merayakan hari raya ini’, dan sebagainya. Yang demikian ini, meskipun si pengucapnya terlepas dari kekufuran, tetapi perbuatan ini termasuk yang diharamkan, yaitu setara dengan ucapan selamat atas sujudnya terhadap salib, bahkan dosanya lebih besar di sisi Allah dan kemurkaan Allah lebih besar daripada ucapan selamat terhadap peminum khamr, pembunuh, pezina, dan lainnya dan banyak orang yang tidak mantap pondasi dan ilmu agamanya akan mudah terjerumus dalam hal ini serta tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Barangsiapa mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena kemaksiatan, bid’ah, atau kekufuran, berarti dia telah mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah.

Dengan demikian, tidaklah diperkenankan seorang muslim mengucapkan selamat natal meskipun hanya basa-basi ataupun hanya sebagai pengisi pembicaraan saja.

Menghadiri Pesta Perayaan Natal

Hukum menghadiri pesta perayaan natal tidak jauh bedanya dengan hukum mengucapkan selamat natal. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum menghadiri perayaan natal lebih buruk lagi ketimbang sekedar memberi ucapan selamat natal kepada orang kafir karena dengan datang ke perayaan tersebut, maka berarti ia ikut berpartisipasi dalam ritual agama mereka. Dan dengan menghadiri pesta perayaan tersebut berarti telah memberikan kesaksian palsu (Syahadatuzzur) terhadap ibadah yang mereka lakukan dan ini dilarang dalam agama Islam (lihat Tafsir Taisir Karimirrahman, Surat Al Furqon ayat 72).

Allah berfirman yang artinya:

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamu, dan untukkulah agamaku.”

Maka Saudariku, seorang muslim diharamkan untuk hadir pada perayaan keagamaan di luar agama islam baik ia diundang ataupun tidak.

Maraji’:
  1. Fatwa: Natal Bersama. Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun III.
  2. Fatwa: Natal Bersama. Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun IV.
  3. Fatwa-Fatwa Terkini 2. Cetakan ketiga. Tahun 2006. Darul Haq.
  4. Bulletin At-Tauhid Edisi 96 Tahun II.

Sabtu, 10 April 2010

Hukum Perayaan Maulid Nabi

Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin


Samahatusy Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya:”Apa hukumnya merayakan maulid Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam?”

Jawab: Pertama: Malam kelahiran Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak diketahui secara pasti, tapi sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa itu terjadi pada malam kesembilan Rabi’ul Awwal, bukan pada malam kedua belas. Tetapi saat ini perayaan maulid dilaksanakan pada malam kedua belas yang tidak ada dasarnya dalam tinjauan sejarah.

Kedua: Dipandang dari sisi aqidah juga tidak ada dasarnya. Dan kalaulah itu dari syari’at Allah, tentulah dilaksanakan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam atau disampaikan kepada umat beliau. Dan kalaulah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakannya atau menyampaikan kepada umat beliau, maka mestinya amalan itu terjaga karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9) سورة الحجر.

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr: 9).

Ketika ternyata tidak didapati, maka dapat diketahui bahwa hal itu bukan termasuk ajaran Islam. Dan jika bukan termasuk ajaran agama Allah, maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai bentuk ibadah
1) kepada Allah Azza wa Jalla dan tidak boleh menjadikannya sebagai amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jika Allah telah menetapkan suatu jalan yang sudah ditentukan agar dapat sampai kepada-Nya itulah yang datang kepada Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam., maka bagaimana mungkin kita diperbolehkan membuat jalan sendiri yang akan menghantarkan kepada-Nya, padahal kita adalah seorang hamba? Ini berarti mengambil hak Allah Azza wa Jalla, yaitu membuat syari’at yang bukan dari-Nya dan kita masukkan ke dalam ajaran agama Allah. Ini juga merupakan pendustaan terhadap firman Allah Azza wa Jalla:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا…. (3) سورة المائدة

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan nukmat-Ku dan telah Ku-ridloi Islam sebagai agama bagimu…” (QS. Al-Maidah: 3).

Maka kami katakana: Bila pernyataan ini termasuk bagian dari kesempurnaan ajaran agama, tentunya sudah ada sebelum Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan jika tidak, maka hal itu tidak mungkin menjadi bagian dari kesempurnaan agama, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا…. (3) سورة المائدة

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan nukmat-Ku dan telah Ku-ridloi Islam sebagai agama bagimu…” (QS. Al-Maidah: 3).

Bagi siapa yang menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi termasuk ajaran agama, maka telah membuat hal-hal yang baru sepeninggal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ucapannya mengandung kedustaan terhadap ayat-ayat yang mulia ini. Tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang merayakan maulid Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ingin mengagungkan beliau, nampaknya kecintaan dan besarnya harapan untuk mendapatkan kasih sayang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari perayaan yang diadakan dan untuk menghidupkan semangat kecintaan pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Semua ini termasuk ibadah; mencintai Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibadah bahkan iman seseorang tidak akan sempurna sehingga Rasul lebih dicintai daripada dirinya, anaknya, orang tuanya, dan semua manusia. Mengagungkan Rasul juga termasuk ibadah, demikian juga haus akan kasih sayang Rasul, juga termasuk agama, karena dengan demikian seseorang menjadi cenderung kepada syar’at beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam. Jika demikian, maka tujuan perayaan maulid Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan pengagungan terhadap Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah ibadah, bila ini ibadah maka tidak boleh membuat hal-hal baru –yang bukan dari Allah- dan dimasukkan ke dalam agama-Nya selama-lamanya. Maka perayaan maulid Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah bid’ah dan haram.

Kemudian kita juga mendengarkan bahwa dalam perayaan ini terdapat kemungkaran-kemungkaran besar yang tidak diterima oleh syara’, perasaan maupun akal. Mereka bernyanyi-nyanyi untuk maksud-maksud tertentu yang sangat berlebihan tentang Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga mereka menjadikan Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam lebih agung/besar dari pada Allah –kita berlindung kepada-Nya-. Kita mendengar juga, karena kebodohan sebagian orang-orang yang merayakan maulid nabi, bahwa jika seseorang membaca kisah tentang kelahiran Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam 2) kemudian sampai pada lafadz “nabi dilahirkan” dengan serempak mereka berdiri. Kata mereka, Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, maka kamipun berdiri untuk mengagungkan beliau”, ini adalah kebodohan. Ini bukanlah adab, karena beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam membenci bila disambut dengan berdiri. Para sahabat beliau adalah orang-orang yang paling mencintai dan mengagungkan beliau, namun mereka tidak berdiri menyambut beliau, karena mereka mengetahui beliau membenci hal itu. Saat beliau masih hidup saja tidak boleh, apatah lagi setelah beliau tidak ada (wafat).

Bid’ah ini – yakni bid’ah peringatan maulid nabi terjadi setelah berlalunya tiga generasi terbaik umat- dan dalam perayaan itu terdapat pula beberapa kemungkaran yang dilakukan oleh orang-orang yang merayakannya yang bukan dari pokok-pokok ajaran agama. Terlabih lagi dengan terjadinya ikhtilat (campur barur) antara laki-laki dan perempuan. Dan masih banyak kemungkaran-kemungkaran yang lain.


Sumber: Majmu’ Fatawa fii Arkanil Islam, soal no. 89.

Catatan kaki:

1) Ibadah adalah kumpulan nama-nama dari apa-apa yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Azza wa Jalla baik yang nampak atau tidak (Lihat Fathul Majid Syarh Kitabut Tauhid).

2) Debaan (bahasa Cirebon).

I s b a l

Oleh Abu Abdillah Syahrul Fatwa

Isbal artinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini terlarang secara tegas baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah ridho Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada sebagian kalangan dari orang yang dianggap berilmu menolak isbal dengan alasan yang rapuh seperti klaim mereka kalau tidak sombong maka dibolehkan?!. Untuk lebih jelasnya, berikut kami paparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita bagi orang yang mencari kebenaran. Amiin. Wallohu Musta’an

A. DEFINISI ISBAL
Isbal secara bahasa adalah masdar dari أَسْبَلَ يُسْبِلُ إِسْبَالاً yang bermakna إِرْخاَءً yang artinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul A’roby dan selainnya adalah; memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak.(Lihat Lisanul ‘Arob 11/321 Oleh Ibnul Manzhur, Nihayah Fi Ghoribil Hadits 2/339 Oleh Ibnul Atsir).

B. BATAS PAKAIAN MUSLIM
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasululloh dalam segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasululloh telah memberikan batas-batas syar’i terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits berikut:
Rasulullah bersabda:
عَنِ الْعَلاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ عَنِ الْإِزَار َقَال قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلَا حَرَجَ أَوْ لَا جُنَاحَ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ
“Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga diatas mata kaki, dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka, barang siapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya”.(HR. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12, Dishohihkan oleh Al-Albany dalam Al- Misykah 4331).
Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi: “Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah sarung seorang muslim hingga setengah betis, dan dibolehkan turun dari itu hingga diatas mata kaki, apasaja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan harom”.(‘Aunul Ma’bud 11/103).

Dari Hudzaifah beliau berkata:
أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ بِعَضَلَةَ سَاقِيْ, فَقاَلَ: هَذاَ مَوْضِعُ اْلإِزَارِ, فَإِنْ أَبَيْتَ فَأَسْفَلَ, فَإِنْ أَبَيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِزَارِ فِيْمَا دُوْنَ اْلكَعْبَيْنِ
“Rasulullah memegang otot betisku lalu bersabda: “Ini merupakan batas bawah kain sarung, jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi, jika engkau masih enggan juga maka tidak ada hak bagi sarung pada mata kaki”.(HR.Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah 1765).

Hadits-hadits diatas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululloh dalam haditsnya yang banyak.
Dari Abi Juhaifah berkata:
رَأَيْتُ اْلنَّبِيَّ وَ عَلَيْهِ حُلَّةٌ حَمْرَاءُ كَأَنِّيْ أَنْظُرُ إِلىَ بَرِيْقِ سَاقَيْهِ
“Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro (seakan-akan saya melihat betisnya yang sangat putih”.(HR.Bukhori dalam mukhtasornya 211, Muslim 503, Tirmidzi dalam sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, Ahmad 4/308).

‘Ubaid bin Kholid berkata: “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah tiba-tiba ada seorang dibelakangku sambil berkata: “Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan”, ternyata dia adalah Rasulullah, aku pun bertanya kepadanya: “Wahai Rasululloh ini Burdah Malhaa(pakaian yang mahal), Rasulullah menjawab: “Tidakkah pada diriku terdapat teladan?” Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”(HR.Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, Dishohihkan oleh Al-albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyyah hal.69).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki, beliau menjawab: “Panjangnya Qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi”. (Majmu’ Fatawa 22/144)

Isbal Bagi Wanita??
Batas pakaian diatas tidak berlaku bagi wanita, bahkan mereka diperintahkan untuk menutup seluruh anggota badan kecuali wajah dan telapak tangan. Berdasarkan hadits:
عَنِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ فَقاَلَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُوْلِهِنَّ قَالَ يُرْخِيْنَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قاَلَ فَيُرْخِيْنَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ
Dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rosulullah bersabda: “Barang siapa yang menarik pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat”, Ummu Salamah bertanya: “Jika demikian apa yang harus diperbuat oleh para wanita dengan pakaian-pakaian mereka?”, Nabi menjawab: “Turunkan sejengkal!” Ummu Salamah bertanya kembali: “Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan terlihat!” Nabi bersabda:”Turunkan sehasta jangan lebih dari itu!”. (HR. Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmdzi 2785, Ibnu Majah 1904).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Berkata: “Walhasil ada dua keadaan bagi laki-laki; dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh yaitu hingga diatas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan dibawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta”.(Fathul Bari 11/431).

C. DALIL-DALIL HAROMNYA ISBAL
Pertama:
عَنْ أَبِيْ ذَرِّ عَنِ اْلنَّبِيِّ قَالَ: ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ لاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَ لاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ قَالَ فَقَرَأَهَا رَسُوْلُ اللهِ ثَلاَثَ مِرَاراً قَالَ أَبُوْ ذَرِّ خَابُوْا وَخَسِرُوْا مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ اْلمُسْبِلُ وَاْلَمنَّانُ وَاْلمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلْفِ اْلكَاذِبِ
Dari Abu Dzar bahwasanya Rasululloh bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih: orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa’I 4455, Dharimy 2608, Lihat Al-Irwa’: 900).

Kedua:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
Dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasululloh bersabda: “Barang siapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat”. (HR.Bukhari 5783, Muslim 2085).
Syaikh Salim bin I’ed Al-Hilali berkata: “Isbal karena sombong adalah dosa besar, oleh karena itu pelakunya berhak tidak dilihat oleh Alloh pada hari kiamat, tidak disucikanNya, dan baginya adzab yang pedih”.(Manahi Asy-Syar’iah 3/206).

Ketiga:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عن النبي قَالَ: مَا أَسْفَلَ مِنَ اْلكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِيْ اْلنَّارِ
Dari Abu Hurairoh bahwasanya Nabi bersabda: “Apa saja yang dibawah kedua mata kaki didalam neraka”. (HR.Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96).

Keempat:
عَنِ اْلمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : يَا سُفْيَانُ بْنَ سَهْلٍ لاَ تُسْبِلْ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ اْلمُسْبِلِيْنَ
Dari Mugiroh bin Su’bah adalah Rosulullah bersabda:”Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal”. (HR. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/246, Thobroni dalm Al-Kabir 7909, dishohihkan Oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 2862).

Kelima:
وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ اْلإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ اْلمَخِيْلَةِ وَاللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لاَ يُحِبُّ اْلمَخِيْلَةَ
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan “. (HR. Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan Oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770).

Keenam :
عَنِ بْنِ عُمَرَ قَالَ مَرَرْتُ عَلىَ رَسُوْلِ اللهِ وَ فِيْ إِزَارِيْ اِسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللهِ اِرْفَعْ إِزَارَكَ فَرَفَعْتُهُ ثُمَّ قَالَ زِدْ فَزِدْتُ فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ فَقَالَ بَعْضُ اْلقَوْمِ إلىَ أَيْنَ فَقَالَ أَنْصَافُ السَّاقَيْنِ
Dari Ibnu Umar berkata: “Saya lewat di hadapan Rosulullah sedangkan sarungku terjurai, kemudian Rosulullah menegurku seraya berkata: “Wahai Abdullah tinggikan sarungmu!” aku pun meniggikannya, beliau bersabda lagi: “Tinggikan lagi!” Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya: “Seberapa tingginya?” “Sampai setengah betis”. (HR. Muslim 2086, Ahmad 2/33).
Berkata Syaikh Al-Albani: “Hadits ini sangat jelas sekali bahwa kewajiban seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan pakaiannya hingga melebihi kedua mata kaki bahkan hendaklah ia meninggikannya hingga diatas mata kaki, walaupun dia tidak bertujuan sombong!, dan didalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang-orang yang isbal dengan sangkaan bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong! tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontoh perintah Rasulullah terhadap Ibnu Umar??, ataukah mereka merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar?”. (As-Shohihah: 4/95).

Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid: “Dan hadits-hadits tentang pelarangan isbal mencapai derajat Mutawatir Makna, tercantum dalam kitab-kitab shohih, sunan-sunan ataupun musnad-musnad, diriwayatkan banyak sekali oleh sekelompok para shahabat-kemudian beliau menyebutkan nama-nama shahabat tersebut hingga dua puluh satu orang- seluruh hadits tersebut menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena didalamnya terdapat ancaman yang sangat keras, dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan maka diharomkan termasuk dosa besar, tidak bisa dihapus dan diangkat hukumnya bahkan termasuk hukum-hukum syar’I yang kekal pengharamannya”.(Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh hal.19).

D. DAMPAK NEGATIF DALAM ISBAL
Isbal keharomannya telah jelas, bahkan didalam isbal terdapat beberapa kemungkaran yang tidak bisa dianggap remeh, berikut sebagiannya:
1.Menyelisihi sunnah
Menyelisihi sunnah perkara yang tidak bisa dianggap enteng dan ringan, karena kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi Dien dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau sunnah. Alloh berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul, takut akan di timpa cobaan (fitnah) atau di timpah adzab yang pedih. (QS.An-Nur 63).

2.Mendapat ancaman neraka
Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka (berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: "Nash-nash yang berisi ancaman neraka bersifat umum, maka tidaklah boleh kita memastikan seseorang secara mu`ayyan (tunjuk hidung) bahwa ia termasuk penghuni neraka, karena bisa jadi ada beberapa penghalang yang memalingkannya untuk tidak mendapatkan tuntutan tersebut (neraka) seperti bertaubat atau ia mengerjakan kebaikan yang menghapus dosa atau mendapat syafa`at dan lainnya". [Majmu` Fatawa 4/484]) bagi yang melabuhkan pakaiannnya, baik karena sombong ataupun tidak, kami tambahkan satu hadits disini, Rasulullah bersabda:
كُلُّ شَيْءٍ جَاوَزَ اْلكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِيْ اْلناَّرِ
“Segala sesuatu yang melebihi mata kaki didalam neraka”.(HR.Thobroni dalam Al-Kabir 11878, dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah 2037).

3.Termasuk kesombongan
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar: “Kesimpulannya isbal melazimkan menarik pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong”. (Fathul Bari 11/437). Rasulullah bersabda :
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan “. (HR. Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan Oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770).
Berkata Ibnul ‘Aroby: “Tidak boleh bagi laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melebihi kedua mata kaki, meski dia mengatakan “Aku tidak menariknya karena sombong”, karena larangan hadits secara lafazh mencakup pula bagi yang tidak sombong, maka tidak boleh bagi yang telah tercakup dalam larangan kemudian berkata : ”Aku tidak mau melaksanakannya karena sebab larangan tersebut tidak ada pada diriku”, ucapan semacam ini merupakan klaim yang tidak bisa diterima, bahkan memanjangkan pakaian itu sendiri menunujukkan kesombongannya”.(Fathul Bari 10/325).

4.Menyerupai wanita
Isbal bagi wanita disyari’atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas, berdasarkan hadits:
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ اْلمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَ اْلمُتَشَبِّهَاتِ مِن َالنِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata: “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”.(HR.Bukhori 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904).
Imam At-Thobari berkata: “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita didalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya”.(Fathul Bari 11/521).

Dari Khorsyah bin Hirr berkata: “Aku melihat Umar bin Khotob, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya lewat dihadapannya. Maka Umar menegurnya seraya berkata: “Apakah kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut menjawab: “Wahai Amirul Mukminin apakah laki-laki itu mengalami haidh?” Umar menjawab: “Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?” kemudian Umar minta diambilkan gunting lalu memotong bagian sarung yang melebihi kedua mata kakinya”. Khorsyah berkata: “Seakan-akan aku meluhat benang-benang diujung sarung itu”.(HR.Ibnu Abi Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala’ hal.18).

Akan tetapi Laa Haula Wala Quwwata Illa Billah zaman sekarang yang katanya modern, patokan berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan pakaiannya menyerupai wanita dan tidak terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan! Yang wanita menbuka pakaiannya hingga telihat dua betisnya bahkan lebih dari itu, yang lebih tragis lagi terlontar cemoohan dan ejekan kepada laki-laki yang memndekkan pakaiannya karena mencontoh Nabi dan para shahabat, manusia zaman sekarang memang aneh mereka mencela dan mengejek para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat kepada Alloh dan Rasulnya, akhirnya kepada Alloh kita mengadu.(Al-Isbal Lighoiril Khuyala hal.18).

5.Berlebih-lebihan
Tidak ragu lagi syari’at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah berlebih-lebihan. Alloh berfirman:

Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS.Al-A’rof 31).
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka larangannya dari segi isrof(berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman”.(Fathul Bari 11/436).

6.Terkena najis
Orang yang isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan mengenai sarungnya tanpa ia sadari. Rasulullah bersabda:
اِرْفَعْ إِزَارَكَ فَإِنَّهُ أَتْقَى-أَنْقَى-
“Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan-dalam lafazh yang lain lebih suci dan bersih-“.(HR.Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, Dishohihkan oleh Al-albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyyah hal.69).

F. SYUBHAT DAN JAWABANNYA
Orang-orang yang membolehkan isbal mereka melontarkan syubhat yang cukup banyak, diantara yang sering muncul ke permukaan adalah klaim mereka bahwa isbal jika tidak sombong dibolehkan!?. Oleh karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang biasa mereka gunakan untuk membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong :

Pertama hadits Ibnu Umar:
عَنِ بْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أَحَدَ شَقَيْ إِزاَرِيْ يَسْتَرْخِيْ إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ, فَقاَلَ: لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُ خُيَلاَءَ
Dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rosulullah bersabda: “Barang siapa yang menarik pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat!”. Abu Bakar bertanya: “Ya, Rosulullah sarungku sering melorot kecuali bila aku menjaganya!” Rosulullah menjawab: “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong”. (HR. Bukhari 5784).
Mereka berdalil dengan sabda Rosululloh: “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong” bahwasanya isbal bila tidak sombong dibolehkan!?

Jawaban:
Berkata Syaikh Al-Albani: “Dan termasuk perkara yang aneh ada sebagian orang yang mempunyai pengetahuan tentang islam mereka berdalil bolehnya memanjangkan pakaian atas dasar perkataan Abu Bakar ini, maka aku katakan bahwa hadits diatas sangat gamblang bahwa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya, sarungnya selalu melorot tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk selalu menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara perbedaannya sangat jelas bagaikan matahari disiang bolong dengan apa yang terjadi pada diri Abu bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita mohon kepada Alloh keselamatan dari hawa nafsu”.(As-Shohihah 6/401). Kemudian Syaikh berkata dalam tempat yang lain: “Dalam hadits riwayat muslim Ibnu Umar pernah lewat dihadapan Rasulullah sedangkan sarungnya melorot, Rasulullah menegur Ibnu Umar dan berkata: “Wahai Abdulloh naikkan sarungmu!” Apabila Ibnu Umar saja yang termasuk shahabat yang mulia dan utama Nabi tidak tinggal diam terhadap sarungnya yang melorot bahkan memerintahkannya untuk mengangkat sarung tersebut bukankah hal ini menunjukkan bahwa isbal itu tidak berkaitan dengan sombong atau tidak sombong?”(Mukhtashor Syamail Muhammadiyyah hal.11). Alloh berfirman:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
“Sesungguhnya pada yang demikian ini benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau yang mengunakan pendengaranya, sedang dia menyaksikanya”. (QS.Qoof 37).
Syaikh Ibnu “Utsaimin berkata: “Dan adapun orang yang berhujjah dengan hadits Abu Bakar maka kita jawab dari dua sisi: Yang pertama: Bahwa salah satu sisi sarung Abu Bakar kadang melorot tanpa disengaja, maka beliau tidak menurunkan sarungnya atas kehendak dirinya dan ia selalu berusaha untuk menjaganya. Sedangkan orang yang mengklaim bahwa dirinya isbal karena tidak sombong mereka menurunkan pakaiannya karena kehendak mereka sendiri, oleh karena itu kita katakan kepada mereka : “Jika kalian menurunkan pakaian kalian dibawah mata kaki tanpa niat sombong maka kalian akan diadzab dengan apa yang turun dibawah mata kaki dengan neraka, jika kalian menurunkan pakaian karena sombong maka kalian diadzab dengan siksa yang lebih pedih yaitu Alloh tidak akan berbicara kepada kalian, tidak dilihat olehNya, tidak disucikan oleh Nya dan bagi kalian adzab yang pedih. Yang kedua: “Abu Bakar mendapat rekomendasi dan tazkiah dari Nabi bahwa ia bukan termasuk orang yang sombong, maka apakah kalian juga mendapat tazkiah dan rekomendasi yang serupa?”(Fatawa ‘Ulama Balad Harom hal.1140).

“Maka ambillah hal itu untuk menjadi pelajaran, hai orang yang mempunyai pandangan” (Al-Hasr 2)

Kedua: Mereka yang membolehkan isbal jika tidak sombong menyangka bahwa hadits-hadits larangan
isbal yang bersifat mutlak, harus di taqyid ke dalil-dalil yang menyebutkan lafadz khuyala’(sombong)
sesuai kaidah ushul fiqh Hamlul mutlak a’lal muqoyyad wajib (membawa nash yang mutlak ke muqoyyad
adalah wajib).

Jawaban:
Kita katakan kepada mereka:

“Itulah sejauh-jauhnya pengetauhan mereka”.(QS.An-Najm 3).
Kemudian kaidah ushul Hamlul Muthlaq alal muqoyyad adalah kaidah yang telah disepakati dengan syarat-syarat tertentu, untuk lebih jelasnya mari kita simak perkataan ahlu ‘ilmi dalam masalah ini.
Berkata Syaikh Ibnu ‘Utsaimin: “Isbal pakaian apabila karena sombong maka hukumannya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak mengajak bicara dan tidak mensucikanya, serta baginya adzab yang pedih. Adapun apabila tidak karena sombong maka hukumannya disiksa dengan neraka apa yang turun melebihi mata kaki, berdasarkan hadits:

Dari Abu Dzar bahwasanya Rasululloh bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih: orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. Juga sabdanya: “Barang siapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat”. Adapun yang isbal karena tidak sombong maka hukumannya sebagaimana dalam hadits: “Apa saja yang dibawah kedua mata kaki didalam neraka”. Dan Rasulullah tidak mentaqyidnya dengan sombong atau tidak, maka tidak boleh mentaqyid hadits ini berdasarkan hadits yang lalu, juga Abu Sa’id Al-Khudzri telah berkata bahwasanya Rasulullah bersabda: “Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga diatas mata kaki, dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka, barang siapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya”. Didalam hadits ini Nabi menyebutkan dua permisalan dalam satu hadits, dan ia menjelaskan perbedaan hukum keduanya karena perbedaan balasannya, keduanya berbeda dalam perbuatan dan berbeda dalam hukum dan balasan. Maka selama hukum dan sebabnya berbeda tidaklah boleh membawa yang muthlak ke muqoyyad, karena kaidah Membawa muthlak ke muqoyyad diantara syaratnya adalah bersatunya dua nash dalam satu hukum, apabila hukumnya berbeda maka tidaklah ditaqyid salah satu keduanya dengan yang lain, oleh karena itu ayat tayamum yang berbunyi Basuhlah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu tidak ditaqyid dengan ayat wudhu’ Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku maka tayamum itu tidak sampai siku, karena mengharuskan perlawanan”.(As’ilah Muhimmah hal.29-30, lihat pula Fatawa Syaikh ‘Utsaimin 2/921, Isbal Lighoril Khuyala’ hal.26).
Kesimpulannya; Kaidah “Membawa nash yang mutlaq ke muqoyyad wajib” adalah kaidah yang telah muttafaq alaihi (disepakati) pada keadan bersatunya hukum dan sebab, maka tidaklah boleh membawa nash yang muthlaq ke muqoyad apabila hukum dan sebabnya berbeda, atau hukumnya berbeda dan sebabnya bersatu! (Lihat Ushul Fiqh Al-Islamy 1/217 karya Dr.Wahbah Az-Zuhaili). (Untuk lebih memahami masalah ini silahkan merujuk kitab-kitab Ushul Fiqh seperti Syarah Luma` 1/417, Kasyful Asror 2/287 karya Imam Bukhori, Taisir Ushul hal.92-94 oleh Hafizh Syana`ulloh az-Zahidi, Syarah al-Ushul Min `Ilmil Ushul hal.329)

G. Kesimpulan
Dari pembahasan dimuka dapat disimpulkan:
1.Isbal adalah memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki baik karena sombong maupun tidak, dan hal ini harom dilakukan bagi laki-laki.
2.Batas pakaian seorang laki-laki ialah setengah betis, dan dibolehkan hingga diatas mata kaki, tidak lebih.
3.Hukum isbal tidak berlaku bagi wanita, bahkan mereka disyari’atkan menurunkan pakaiannya hingga sejengkal dibawah mata kaki.
4.Isbal pakaian tidak hanya pada sarung, berlaku bagi setiap jenis pakaian berupa celana, gamis, jubah, sorban dan segala sesuatu yang menjulur ke bawah..
5. Isbal karena sombong adalah dosa besar, oleh karena itu pelakunya berhak tidak dilihat oleh Alloh pada hari kiamat, tidak disucikanNya, dan baginya adzab yang pedih.
6.Isbal jika tidak sombong maka baginya adzab neraka apa yang turun dibawah mata kaki.
7.Isbal memiliki beberapa kemungkaran, sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya.
8.Klaim sebagian orang yang melakukan isbal dengan alasan tidak sombong merupakan klaim yang tidak bisa diterima. Maka bagi mereka kami sarankan untuk memperdalam ilmu dan merujuk kalam ‘ulama dalam masalah ini.
Demikian yang bisa kami sajikan tentang masalah isbal semoga tulisan ini ikhlas karena mengharap wajahNya dan bermanfaat bagi diri penulis serta kaum muslimin dimanapun berada. Amiin. Wallohu ‘Alam.

Selasa, 30 Maret 2010

Panduan didalam menuntut ilmu

Abu Umamah Arif Hidayatulloh bin Roji


Kebutuhan manusia terhadap ilmu sangatlah penting melebihi kebutuhanya terhadap makanan dan minuman, karena tubuh manusia membutuhkan makanan dalam sehari mungkin cukup hanya sekali atau dua kali sedangkan kebutuhanya terhadap ilmu sebanyak bilangan nafasnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal-Semoga Allah merahmati beliau-:"Bahwa manusia lebih membutuhkan ilmu daripada makanan dan minuman, karena makanan dan minuman dibutuhkan oleh manusia dalam sehari cukup sekali atau dua kali sedangkan ilmu dibutuhkan olehnya setiap waktu." Oleh karena itu tidak salah kalau menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan , bahkan menuntut ilmu merupakan amalan terbaik setelah faridhoh (kewajiban ) yang bisa mendekatkan seorang hamba kepada Rabbnya, mengangat derajatnya disisi Allah Ta`ala serta akan memperoleh kedudukan yang tinggi disurga nanti, dan yang kami maksud disini adalah ilmu syar`i sebagaimana yang telah Allah Ta`ala dan RasulNya perintahkan. Allah Ta`ala sendiri dengan jelas telah memerintahkan hambaNya untuk berilmu, belajar, berfikir, dan tadabur serta mengingatkan dari bahaya kebodohan dan mengekor hafa nafsu. kemudian Allah `Azza wa jalla juga telah menjelaskan bahwa ilmu yang akan bermanfaat bagi pemiliknya dihari kiamat nanti adalah ilmu yang bisa menjadikan seorang hamba beramal dengan benar sesuai dengan yang Allah Ta`ala dan RasulNya kehendaki dan menjadikan ikhlas ketika beramal hanya karena mengharapkan RidhoNya. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani –semoga Allah merahmati beliau- berkata :" Maksud ilmu adalah ilmu syar`i yang mengajarkan pengetahuan tentang kewajiban seorang hamba dalam ibadah dan muamalahnya."
Oleh karena itu Islam datang dengan memberikan arahan yang sangat jelas dan gamblang tentang masalah ilmu ini untuk segera dicari oleh setiap muslim. Imam Ibnul Qoyim al-Jauziyah mengatakan :" Mengerjakan rangkaian syariat Islam adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan tidak mungkin menunaikannya kecuali setelah mengetahui dan mempunyai ilmu tentangnya, sedangkan Allah Ta`ala mengeluarkan hambaNya dari perut Ibunya dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Oleh karena itu keharusan menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim. Tidaklah mungkin beribadah kepada Allah yang ia merupakan hak para hambaNya kecuali dengan ilmu, sedangkan ilmu tidak mungkin didapat kecuali dengan mencarinya." Sebagaimana diketahui bersama bahwa ilmu adalah dasar pondasi sebelum beramal maka ia pun memiliki beberapa pokok yang mesti dimiliki oleh orang yang ingin meraihnya, salah satunya, yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu adalah beradab dengan adab-adab Islam dan berakhlak dengan Akhlaknya Rasululloh Shalallahu`alihi wasalam sedangkan akhlak beliau adalah al-Qur`an sebagaimana dalam hadits yang shahih. Dan Rasululloh Shalallahu`alihi wasalam sendiri telah mengajarkan adab ini kepada para sahabatnya, sebuah metode pendidikan yang kaya dengan ilmu dan adab yang luhur sehingga lahirlah generasi yang sangat unggul baik dari sisi keilmuanya maupun akhlak serta adabnya yang tinggi, kemudian para sahabat juga mengajarkan hal itu kepada murid-muridnya para tabi`in dan tabi`in pun demikian begitu seterusnya sampai pada zamannya para Imam dan para ulama salafush sholeh. Namun pada zaman sekarang sedikit sekali yang mau mempelajari dan mengamalkan adab-adab ini baik dari kalangan para penuntut ilmu syar`i terlebih para pelajar pada ilmu-ilmu umum yang lainya. sehingga tak jarang sering kali kita dengar komentar miring tentang dunia pendidikan kita, yang ini belajar hanya untuk mengejar jabatan, yang itu menyuap untuk meraih ijazah sehingga ketika mereka mendapatkan jabatan maka mereka pun tidak malu untuk berbuat korupsi dan lain sebagainya.

Ketahuilah –semoga Allah memberimu taufik- Dahulu Para salafus shalih didalam memahami agama ini mereka memahaminya beserta maknanya secara sempurna dan paripurna. Pemahaman mereka tentang agama tidak saja terbatas pada pengetahuan hukum syari`at yang hanya berkenaan dengan ibadah dan muamalah saja, namun mereka memahaminya pada seluruh ilmu agama yang ada, baik itu masalah tauhid, sejarah, pensucian jiwa, tafsir, hadits , adab, akhlak dan sebagainya. Oleh karena itu sebagaimana yang disebutkan oleh Allah, mereka bisa memahami agama ini dengan benar, sehingga buah dari pemahaman yang benar ini mereka memberi peringatan kepada kaumnya jika kembali, agar mereka memperoleh peringatan.
Dengan itulah al-Quran memberi peringatan dalam firmanNya:

" Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS at-Taubah: 122).
Pada akhirnya mereka menjadi contoh nyata dalam sejarah umat, bahwa kejayaan dan keutamaan yang disebabkan oleh ilmu pernah ada pada umat ini, namun semakin jauhnya umat dari manhaj ( metode ) pendidikan yang benar menjadikan kita berkubang dalam kehinaan serta tercabik-cabik oleh musuh islam dari segala sisi, sehingga orang muslim tidak lagi bangga dengan keIslamanya. Wal`iyadzubillah.
Ketika seorang pengemban ilmu tidak dihiasi dengan adab maka ia bisa menjadi tidak berguna bagi dirinya bahkan adakalanya akan menjadi hujjah ( bukti ) atasnya dihari kiamat nanti, terlebih jika tujuan belajarnya hanya untuk mencari kenikmatan dunia yang sementara, sebagaimana yang ada dalam hadits shahih tentang tiga orang yang dihisab pertama kali sebelum seluruh makhluk yang ada, diantaranya seorang yang belajar ilmu agar dikatakan sebagai orang yang alim, kemudian ia dimasukan kedalam neraka dengan sebab itu. Seorang ulama salaf mengatakan : "Ilmu tanpa dihiasi adab maka ia seperti api tanpa kayu bakar, sedangkan adab tanpa ilmu maka Ia seperti ruh tanpa jasad."
Lihat bagaimana para Ulama salaf mereka sangat perhatian sekali dalam masalah adab ini, dengan mencontohkan, mendidik dan mengajarkan secara langsung kepada murid-muridnya, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang menyambung ilmunya dengan menulis kitab tentang masalah ini, adab seseorang didalam menuntut ilmu. Sehingga diriwayatkan ada seorang yang mengatakan kepada anaknya memberi petuah kepadanya ; " Wahai anakku datangilah para ulama, belajarlah dari mereka dan ambillah dari adab, akhlak dan petunjuknya mereka. Sungguh hal itu lebih saya cintai darimu daripada banyaknya hadits." Begitulah metode pendidikan tempo dulu dimasa generasi ulama salaf umat ini. sebuah pendidikan yang kaya nilai, budi pekerti yang luhur dengan adab-adabnya sehingga mampu melahirkan banyak ulama dan pakar ilmu pengetahuan diberbagai bidang kehidupan. mereka berjuang dan berkorban dengan ilmu dan amal demi mencari ridho Allah dan menegakkan kejayaan umat. Dan pada zaman ini alhamdulillah kita lihat para pemuda yang memiliki semangat untuk menuntut ilmu banyak yang mulai kembali kepangkuanya para ulama sunah, dengan mengkaji, mempelajari dan memahami perkara agamanya tentu saja hal ini menjadikan kita bangga dengannya, karena dipundak-pundak merekalah masa depan umat. Namun itu saja rasanya belum cukup, terasa masih kurang kalau mereka tidak dibekali dengan adab mulia yang ia berhias denganya karena ilmu tanpa dihiasi adab maka akan hilanglah keindahan ilmu.
Dahulu Para ulama salafus shalih selalu memberikan nasehat kepada orang yang ingin mulai menuntut ilmu supaya mulai dengan sesuatu yang menjadikan bersemangat dan menjadikan teguh keingingan untuk meraihnya.
Dan tentunya tidak ada disana setelah taufik dari Allah Subhanahu wa ta`ala kemudian membaca nash-nash syar`iyah dalam masalah ilmu serta adab ini yang lebih baik dari pada mempelajari siroh (perjalanan) para ulama salafuh sholeh yang bertebaran dalam kitab-kitabnya para ulama, karena didalam kisah mereka banyak sekali pelajaran yang bisa kita peroleh, diantara kitab-kitab yang secara khusus membahas masalah ini, seperti :
• Jami`u bayani ilmi wa fadhlihi karya al-Hafidz Yusuf bin `Abdil Barr.
• Adabul imla wal istimla karya as-Sam`ani.
• Al-Jami`u lii akhlaqi rawi wa adabu sami`i karya al-Hafidz Khathib al-Baghdadi.
• Tadzkiratu sami`i wal mutakalim karya Ibnu Jama`ah al-Kinani.
• Taqoyudul ilmi karya al-Khatib al-Baghdadi.
• Adabul Ulama karya Imam aj-Juri.
• Hilyah tholibil ilmi dan kitab at-Ta`alum keduanya karya Syaikh Bakr Abu Zaid.
• Adab tholibil ilmi karya Ibnu Ruslan.
• Tholibil ilmi wa thobaqot muta`alim karya Imam as-Syaukani.
Dan lain sebagainya, yang masih banyak bertebaran dimaktabah-maktabah sunah, maka kami anjurkan kepada yang ingin mengetahui kisah-kisah mereka untuk memiliki kitab-kitab diatas.

Bab Pertama

Keutamaan ilmu dan ahli ilmu

Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta`ala telah menjunjung tinggi kedudukan ahli ilmu sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur`an, Hadits dan ijma` bahkan seluruh orang yang berakal juga sepakat tentang keutamaan ilmu dan ahli ilmu. Oleh karena itu alangkah baiknya sebelum masuk pada tema pembahasan terlebih dahulu kita bahas secara global tentang keutamaan ilmu dan ahli ilmu serta besarnya kedudukan para ulama disisi Allah Ta`ala sebagaimana yang ada didalam Kitabul `Aziz dan Sunah al-Muthoharoh dan perkataanya para ulama salaf .
Tidak diragukan lagi bahwa dengan sedikit banyaknya kita mengetahui tentang keutamaan ilmu ini dari al-Qur`an dan Sunah yang shahih setidaknya akan menjadikan kita lebih merasakan betapa agungnya kedudukan ilmu disisi Allah Tabaroka wa ta`ala dan pentingnya pada kehidupan dimaya pada ini. Sehingga akan menjadikan kita semua bersemangat untuk menempuh jalannya para penuntut ilmu dengan disertai adab budi pekerti yang luhur serta akhlak mulia yang akan menambah kedudukan dan keutamaan disisi Allah Subhanahu wa ta`ala .
Sungguh orang yang mentadabburi al-Qur`an dan as-Sunah niscaya akan mendapati bahwa mencari ilmu dan mengajarkan ilmu adalah perkara yang sangat urgen. Ilmulah yang menjadikan para ulama mempunyai keutamaan baik didunia maupun diakhirat nanti, Allah Ta`ala berfirman :

" Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." QS al-Mujaadalah : 11.
Terangkatnya kedudukan menunjukan atas agung dan besarnya keutamaan yang disebabkan oleh ilmu, ini mencakup kedudukan secara maknawi didunia dengan tingginya kedudukan orang yang berilmu dan secara khisiyyah diakhirat nanti dengan meraih kedudukan yang tinggi disurga.
Semoga Allah Ta`ala merahmati Imam Nawawi, beliau pernah berkata : "Sesungguhnya menyibukan diri dengan ilmu adalah termasuk sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah dan ketaatan yang paling utama, dan bentuk kebaikan yang terpenting serta pemerkokoh ibadah."
Demikian pula Allah Ta`ala membedakan orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu, sebagaimana Allah Azza wa jalla berfirman :

" Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." QS az-Zumar : 9.
Ini menunjukan tinggi dan mulianya kedudukan mereka dimana Allah Subhanahu wa ta`ala meniadakan persamaan antara orang yang alim dengan yang bodoh dan selainya. Imam Ibnul Qoyim mengatakan dalam kitabnya Miftah Dar Sa`adah tentang keutamaan ilmu dengan menukil satu ayat dari al-Qur`an dalam surat al-Ma`idah ayat 4,dimana Allah Ta`ala membedakan antara buruan hasil anjing yang pintar dengan anjing yang bodoh, beliau berkata : "Sesungguhnya Allah mengharamkan hasil buruan yang ditangkap oleh anjing yang bodoh dan dihukumi dengan bangkai, sebaliknya Allah menghalalkan buruan yang ditangkap oleh anjing yang berilmu. Hal ini menunjukan tentang keutamaan ilmu. beliau lalu menyebut ayat diatas kemudian menambahkan ; Seandainya bukan karena ilmu, niscaya buruan hasil anjing bodoh dan pintar sama hukumnya".
Dan tidak ada satupun perintah Allah kepada NabiNya Muhammad Shalallahu`alihi wasalam untuk menambah dari sesuatu kecuali dari ilmu,inilah yang menunjukan betapa utamanya kedudukan ilmu tersebut. Sebagaimana yang Allah Ta`ala tegaskan dalam firmanNya :

"..Dan Katakanlah: "Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." QS Thaahaa : 114.
Dan yang dimaksud ilmu disini adalah ilmu syar`i yang memberi faidah kepada seorang hamba agar lebih mengetahui Rabbnya, dan mengetahui apa yang dicintaiNya dari perkara agamanya dari segi ibadah serta muamalahnya.
Sahabat yang mulia `Ali bin Abi Tholib berkata : "Ilmu itu lebih baik dari pada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan harta maka engkau yang akan menjaganya, ilmu bisa menghukumi namun harta dihukumi, simpanan harta akan hilang sedangkan simpanan ilmu akan tetap ada walaupun mereka telah hilang dari pandangan mata namun pemiliknya selalu dikenang dihati."
Sedangkan dalam sunah maka banyak sekali dalam kitab-kitabnya para ulama bertebaran hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan ilmu dan ahli ilmu serta anjuran untuk menuntut ilmu, Dalam Shahih Bukhori misalkan lebih dari seratus hadits yang menjelaskan tentang ilmu, mencari ilmu dan anjuran untuk mencari ilmu, dan beliau telah membikin sebuah bab khusus dalam shahihnya tentang ilmu dan yang berkaitan dengannya, Demikian pula kitab-kitab sunah yang lainya. Mari kita perhatikan dan pahami beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
Hadits pertama :
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
" Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk menjadi baik,maka akan diberi kepahaman dalam perkara agama. Sesungguhnya ilmu itu dengan belajar ." HR Bukhori no : 71, Muslim no : 1037. Tirmidzi no : 2569.
Maka paham didalam agama adalah termasuk kebaikan yang paling besar yang Allah berikan kepada para hambaNya.
Imam Ibnul Qoyim mengatakan tentang hadits ini dalam kitabnya Miftah dar Sa`adah : " Ini menunjukan bahwa orang yang tidak dikehendaki kebaikan maka ia tidak dipahamkan dalam perkara agama, sebagaimana orang yang dikehendaki kebaikan ada pada dirinya maka ia akan dipahamkan dalam perkara agama."
Bagi orang yang mau berfikir tentu ada perbedaan yang sangat besar sekali antara orang yang mau menempuh jalanya orang-orang berilmu yang akan memberikan manfaat untuk dirinya juga orang lain, dan antara orang yang lebih senang dengan kebodohan serta hidup dibawah bayanganya dan enggan untuk mengambil warisan para Nabi.
Semoga Allah Ta`ala merahmati Imam Hasan al-Basri, beliau berkata : " Aku mempelajari sebuah ilmu lalu mengajarkan kepada kaum muslimin lebih saya cintai dari pada seluruh harta yang aku serahkan dijalan Allah."

Hadits kedua :
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
" Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju surga denganya.Tidak lah suatu kaum berkumpul dirumah Allah untuk membaca kitabulloh dan mempelajarinya diantara mereka melainkan ketentraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengitari mereka, dan Allah menyanjung mereka ditengah para malaikat yang berada disisiNya.Barangsiapa yang amalanya lambat maka tidak bisa dikejar dengan nasabnya." HR Muslim no:4867.Tirmidzi no:1345.

Imam Syafi`i berkata : " Tidak ada sesuatu setelah kewajiban yang lebih baik dari pada menuntut ilmu ".
Hadits ketiga :
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
" Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan dari jalan-jalan surga, Dan sesungguhnya para malaikat meletakan sayap-sayapnya ridho dengan para penuntut ilmu, dan sesungguhnya ahlu langit dan ahlu dunia serta ikan paus yang ada dikedalaman laut akan memintakan ampun bagi orang yang alim, dan sesungguhnya keutamaan orang alim dengan ahli ibadah seperti bulan purnama atas seluruh bintang. Para ulama adalah pewaris para Nabi, sesungguhnya para Nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham namun mereka mewariskan ilmu , siapa yang mengambilnya maka ia akan mendapat keuntungan yang banyak ." HR Ibnu Majah no : 219.
Abu Darda pernah mengatakan : " Mengetahui sebuah ilmu lebih saya cintai dari pada sholat malam ".
Dan tentunya tidak ada yang lebih mulia dari pada ulama, dengan ilmu yang mereka miliki menjadikan sebagai hamba yang paling takut kepada Allah `Azza wa jalla. Hal ini sebagaimana yang Allah Ta`ala tegaskan dalam firmanNya :

" Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,hanyalah para ulama.Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." QS Faathir :28.
Sedangkan balasan orang yang takut kepada Allah adalah surga `Adn yang indah nan abadi, seperti yang Allah Ta`ala kabarkan kepada kita dalam firmanNya.

" Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya." QS al-Bayyinah : 8.

Bab Kedua
Macam-macam ilmu

Ketahuilah wahai saudaraku Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta`ala telah menyebutkan tentang ilmu ini dibanyak tempat dalam kitabNya yang mulia, terkadang Allah menyebut ilmu berbentuk pujian yang itu menandakan ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya. terkadang pula disebut dengan disertai celaan, itulah ilmu yang tidak bermanfaat bagi pemiliknya.
Al-Hafidh Ibnu Rajab mengatakan : "Allah telah menyebutkan didalam al-Qur`an tentang ilmu terkadang dalam bentuk yang pujian, itulah ilmu yang bermanfaat, dan terkadang dalam bentuk celaan, itulah ilmu yang tidak bermanfaat ."
Allah Ta`ala memuji orang yang berilmu dan membedakan antara orang berilmu dengan yang tidak memiliki ilmu, seperti dalam firmanNya :

" Katakanlah : "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." QS az-Zumar: 9

Dalam ayat yang lain Allah berfirman :

" Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhaq disembah melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan yang berhaq disembah melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." QS `Al-`Imran :18
Kedua ayat diatas menunjukan tentang fadhilah ( keutamaan) ilmu yang tentunya menjadikan bermanfaat dan berguna bagi orang yang ingin meraihnya. Namun kebalikanya disana juga ada ilmu yang tidak berguna dan sia-sia bagi yang ingin meraihnya apa lagi memiliknya, seperti yang Allah isyaratkan tentang orang-orang yang mempelajari ilmu sihir ( perdukunan), Allah Ta`ala berfirman :

" Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat." QS al-Baqoroh : 102
Hal ini menjelaskan bagi kita bahwa ilmu itu ada yang bermanfaat serta dianjurkan dan ada pula ilmu yang tidak bermanfaat yang mengakibatkan sia-sia bahkan bisa menjadikanya terjerumus kedalam lembah dosa bagi orang yang mengejarnya.
Sedangkan Imam Ibnu Qoyim berkata menjelaskan tentang macam-macam ilmu ini, beliau membagi menjadi beberapa macam diantaranya ada yang fardhu `ain dan fardhu kifayah. Diantara fardhu `ain yang seorang muslim tidak sepantasnya lalai dengannya adalah : Pertama : Ilmu tentang pokok-pokok Iman yang lima, yaitu ; Imam kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan yang terakhir Iman dengan Hari Akhir. Maka barangsiapa yang tidak beriman dengan kelima rukun ini maka ia belum termasuk pada masalah keimanan sedikitpun bahkan ia tidak berhak menyandang gelar seorang mu`min. Allah Ta`ala berfirman :

"Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya." QS an-Nisaa` :136.
Yang kedua : Ilmu tentang syariat-syariat Islam, dan seseorang itu ditekankan untuk mengetahuinya pada permasalahan-permasalahan yang ia diwajibkan untuk mengerjakannya, seperti : Ilmu tentang bagaimana ia berwudhu, sholat, puasa, haji, serta zakat dan pengikutnya demikian pula syarat-syaratnya serta hal-hal yang bisa membatalkanya. Ketiga : Ilmu yang diharamkan baginya. Ada lima perkara yang semua para Rasul dan syariat yang terdahulu serta Kitab-kitab Ilahiyah bersepakat tentang keharamannya, dan lima perkara ini tercantum dalam firman Allah Ta`ala :

" Katakanlah: "Rabb-ku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." QS al-`Araaf :33.
Keempat : Ilmu tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan muamalah yang terjadi antara ia dengan manusia secara umum dan khusus, dan kewajiban ini berbeda satu dengan yang lainya sesuai dengan kebutuhan dan keadaannya. Sedangkan fardhu kifayah maka beliau menjelaskan : Adapun fardhu kifayah maka saya tidak tahu secara pasti, karena setiap orang memasukkan hal itu dengan persangkaanya termasuk fardhu kifayah seperti sebagian manusia memasukan ilmu kedokteran, ilmu perhitungan, dan ilmu arsitek, sebagian lagi menambah dengan ilmu produksi ."
Abu Ishaq al-Harobi –Semoga Allah merahmatinya-mengatakan :" Ilmu itu ada tiga macam, yang pertama : Ilmu untuk dunia, kedua : Ilmu untuk dunia dan akhirat, dan yang ketiga :Ilmu yang bukan untuk dunia juga bukan untuk akhirat. Ilmu untuk dunia seperti ilmu kedokteran, perbintangan dan yang semisalnya, kemudian ilmu untuk dunia dan akhirat adalah ilmu al-Qur`an dan sunah dengan memahami keduanya, sedangkan ilmu yang bukan untuk dunia dan akhirat adalah ilmu tentang syair serta menyibukan dengannya ."
Demikian pula ada ilmu yang pada asalnya ia adalah ilmu yang bermanfaat, akan tetapi ia tidak bisa memberikan manfaat bagi pemiliknya, inilah ilmu yang bermanfaat namun pemiliknya tidak bisa mengambil fadhilahnya. Seperti yang Allah Subhanahu wa ta`ala gambarkan dalam hal ini tentang keadaanya Bani Israil, Allah Ta`ala berfirman:

"Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, Kemudian mereka tiada memikulny (tidak mengamalkan isinya ) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.." QS al-Jumu`ah : 5

Bab Ketiga
Apakah ilmu yang bermanfaat itu ?

Kalau demikian adanya lantas ilmu apa yang bermanfaat bagi pemiliknya. Biarkan Para ulama salaf yang akan menjelaskan tentang masalah ini, Semoga Allah merahmati Imam Ibnu Rajab al-Hanbali, beliau mengatakan :"ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mengantarkan hamba lebih mengenal Rabbnya." Dalam kesempatan yang lain beliau mengatakan:" ilmu bermanfaat adalah mempelajari al-Qur`an dan sunah serta memahami makna kandungan keduanya dengan pemahaman para sahabat, tabi`in, dan tabi`i tabi`in. Demikian juga dalam maslah hukum halal dan haram, zuhud dan masalah hati dan sebagainya. pertama : Dia berusaha terlebih dahulu memilah antara hadits shahih dan lemah. Kedua : Dia berusaha memahami makna kandunganya . Sungguh, pada semua itu terdapat kecukupan bagi orang yang berakal dan kesibukan bagi orang yang ingin mendapatkan ilmu bermanfaat."
Dan ilmu sebagaimana dikatakan oleh Hasan basri ada dua ; Ilmu lisan sebagai hujahnya bani Adam, dan ilmu yang ada dihati, itulah ilmu yang bermanfaat. beliau melanjutkan : Ilmu yang bermanfaat adalah apa yang menjadikan hati bersuka cita dan menjadikan tenang didalam mengetahui Allah dan keAgunganNya, tunduk kepadaNya dengan pengagungan dan cinta kepadaNya. dan tatkala semua itu telah tertata didalam hati maka hati akan menjadi tenang yang kemudian akan diikuti oleh anggota badan dan amal perbuatanya."
Perintah untuk mendapat Ilmu yang bermanfaat juga telah diperintahkan oleh Rasululloh Shalallahu`alihi wasalam seperti dalam hadits shahih yang ada didalam sunan Ibnu Majah dari sahabat Jabir bin `abdillah ia berkata; Rasululloh Shalallahu`alihi wasalam bersabda :" Mintalah kalian kepada Allah ilmu yang bermanfaat, dan berlindunglah denganNya dari ilmu yang tidak bermanfaat ." HR Ibnu Majah no:3833, Dihasankan oleh al-Albani dalam shahih Ibnu majah no:3843.
Sedangkan Syaikh Muhammad bin Abdul wahab didalam bukunya al-ushul Tsalatsah menjelaskan beberapa ilmu yang bermanfaat yang harus diketahui oleh seorang hamba, mengatakan :" Ketahuilah –mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepadamu- sesungguhnya wajib bagi kita untuk mengetahui dan mengilmui empat perkara, pertama ;Ilmu yaitu mengetahui Allah dan NabiNya dan mengetahui agama Islam dengan disertai dalil-dalilnya. Kedua ; Mengamalkanya ketiga ; Mendakwahkanya keempat ; Sabar atas cobaan yang menimpanya.

Itulah Ilmu pokok yang tidak boleh kita jahil tentangnya, ilmu yang mengantarkan lebih mengenal Allah dan RasulNya serta agama yang dibawanya
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan :" Dan yang kami maksudkan adalah ilmu syari`i, yaitu ilmu apa yang telah Allah Subhanahu wa ta`ala turunkan kepada RasulNya berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk."
Oleh karena itu seorang penuntut ilmu ketika ia memiliki ilmu yang menjadikan lebih mengenal Rabbnya sehingga dapat beribadah dengan khusyu sampai kepada derajat ihsan, seolah melihat Rabbnya, merasa lebih takut kepadaNya serta cinta dan semakin dekat kepadaNya maka ia telah mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Oleh karena itu sebagian sahabat mengatakan :" Sesungguhnya ilmu pertama yang akan diangkat dari manusia adalah khusyu ."
Dan diantara ilmu yang bermanfaat itu ialah semua ilmu yang denganya seorang hamba mengetahui tentang halal dan haram dari hukum-hukum Allah Ta`ala, mana yang sunah dan mana yang bid`ah, serta apa yang bisa menjadikan Allah Ta`ala lebih cinta serta ridho baik dari perkataan ataupun perbuatan.Dan kesemuanya itu tidak mungkin bisa diperoleh kecuali ia harus kembali kepada pokoknya dan mengambil kepada sumbernya yaitu al-Qur`an dan Sunah, maka barangsiapa yang menyepelekan keduanya dan mengganti dengan yang lain maka itu bukan ilmu yang bermanfaat, walaupun orang lain melihat ia banyak memilki ilmu, bahkan yang ada ia akan dapati madhorotnya lebih banyak dari pada manfaatnya.
Seorang penuntut ilmu yang telah memiliki rasa takut didalam hatinya kepada Rabbnya dan tidak mengenyangkan dirinya dengan dunia serta bertambah semangat didalam menambah ilmu dengan mengerjakan seluruh perintah-perintahNya serta menjauhi laranganNya, maka ia telah memperoleh ilmu yang bermanfaat, yang akan menjadikan hati tenang dan khona`ah ( merasa cukup ) dan akan dikabulkan do`anya. Dan kebalikanya siapa yang hilang kesemuaanya itu maka ia telah terjatuh pada empat hal yang Nabi Shalallahu`alihi wasalam berlindung darinya, sebagaimana didalam hadits yang shahih. Nabi Shalallahu`alihi wasalam bersabda :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا
" Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung denganMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari hati yang tidak khusyu, dari jiwa yang tidak kenyang, dan dari do`a yang tidak dikabulkan." HR Muslim no:4899.

Namun kita juga tidak mengingkari dengan adanya ilmu-ilmu dunia yang lain namun ilmu yang dipuji dalam al-Qur`an dan sunah maksudnya adalah ilmu agama , ilmu tentang al-Qur`an dan Sunah.sedangkan hukum ilmu-ilmu duniawi itu tergantung tujuannya.Apabila ilmu-ilmu duniawi itu digunakan untuk ketaatan maka baik,dan bila digunakan dalam kejelakan maka menjadi jelek,seperti ilmu yang berkaitan dengan produksi, arsitek dan lain sebagainya.

Ciri-ciri ilmu yang bermanfaat

Ilmu yang bermanfaat mempunyai beberapa ciri yang dengannya bisa terbeda satu sama yang lain walupun masing-masing mempunyai ilmu yang sama, mari kita perhatikan beberapa cirri-cirinya lalu tanyakan pada diri kita sendiri apakah ilmu yang kita miliki sudah masuk pada daftar ini :

a. Mengamalkanya
Mau mengamalkan ini setelah engkau membenarkan apa yang telah engkau ketahui.kalau ada orang yang tidak bisa mengamalkan apa yang dia ketahui maka ini berarti ilmunya tidaklah bermanfaat baginya.

b. Semakin bertambah ilmu semakin banyak tawadhu
Ada pepatah jawa yang mengatakan :" Semakin berisi maka semakin menunduk ". Maknanya Setiap kali ilmunya bertambah maka dia akan bertambah tawadhu,Karena diantara sekian banyak ilmu yang ia pelajari salah satunya adalah akhlaknya Rasululloh Shalallahu`alihi wasalam , sedangkan akhlak beliau adalah tawadhu terhadap kebenaran dan kepada sesama makhluk.

c. Tidak mengaku-ngaku berilmu
Maknanya janganlah engkau pura-pura tahu dan mengatakan aku lah ahlinya. Umar bin Khatab pernah berkata :" Barangsiapa yang menghiasi diri dengan sesuatu yang tidak dia miliki, maka Allah akan menampakan keburukanya."
Orang yang suka mengaku dan berbangga diri dengan ilmunya menandakan tidak bermanfaatnya ilmu, namun orang yang berilmu ia akan semakin peduli terhadap setiap perbuatan dan perkataanya, apakah sudah sesuai dengan ilmu yang ia pelajari atau belum. Itu semua akan engkau dapati pada akhlak-akhlak para ulama.

Tanda ilmu yang tidak bermanfaat.

Saudaraku yang saya cintai –mudah-mudahan Allah memberimu taufik- ilmu adalah cahaya yang akan menyinari serta menerangi pemiliknya, seorang yang bertambah ilmunya namun tidak menambah takut kepada Allah maka itu sebuah isyarat tidak bermanfaat ilmu yang dimilikinya, oleh karena itu siapa yang mengotori ilmunya dengan ketamakan dunia maka ia tidak akan mendapati barokahnya ilmu, seperti untuk menyombongkan diri, mencari kemegahan dan kedudukan didunia yang mana itu menunjukan tanda tidak bermanfaatnya ilmu yang ada pada dirinya.
Syaikh Bakr bin `Abdulloh Abu zaid mengatakan :"Maka hendaklah anda selalu konsisten untuk memurnikan niat dari semua yang akan merusak anda dalam menuntut ilmu seperti ; senang popularitas, ingin lebih unggul dengan teman sebaya, atau menjadikanya sebagai alat mencapai tujuan tertentu misalnya pangkat, jabatan, kekayaan, kehormatan, popularitas serta pujian dan kekaguman orang lain terhadapnya, karena itu semua jika sudah mengotori niat anda, ia akan merusaknya, dan lenyaplah barokah ilmu itu."
Termasuk tanda tidak bermanfaatnya ilmu adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang yang mengatakanya, disebabkan hawa nafsunya atau derajat orang yang mengatakan lebih rendah darinya. Ketahuilah saudaraku, Berapa pun banyak ilmu yang ada pada dirinya tidak akan menjadikan bermanfaat bagi dirinya selagi ia masih menolak kebenaran atau memilah-milah sesusai hawa nafsunya. Tentu ini sangat berbeda sekali dengan para salafus sholeh dimana mereka sangat tawadhu dan merasa rendah diri,dengan tidak menghilangkan kewibawaanya. kalau kita baca sejarah mereka kita akan paham bahwa betapa luas keilmuanya mereka namun ketika datang kepadanya kebenaran maka mereka langsung tunduk kepada kebenaran tersebut.Perhatikanlah kisahnya Umar bin khotob tatkala wafatnya Rasululloh Shalallahu`alihi wasalam ketika kesedihan menyelimuti seluruh para sahabat,tidak terkecuali Umar maka ketika Abu Bakr membacakan ayat maka Umar langsung tunduk kepada kebenaran tersebut.
Ketahuilah bahwa kebenaran adalah seperti barang hilang yang dicari oleh seorang mumin, Dia akan mengambilnya dimanapun ia mendapatkanya dan berterima kasih kepada orang yang memberikan kepadanya. Demikian pula seorang penuntut ilmu, ia akan lari dari kebodohan sebagaimana ia lari dari singa. Dan orang yang lari dari singa, dia tidak akan peduli siapapun orangnya yang menunjukan jalan keluar kepadanya.”
Wahai saudaraku,pahamilah dan hati-hatilah dari itu semua agar ilmu yang telah kita peroleh menjadi bermanfaat baik dunia maupun diakhirat kelak.Bermanfaat bagi dirinya sendiri sebelum orang lain.

Bab Keempat
Definisi ilmu

Setelah sedikit ada gambaran tentang ilmu ini,ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud ilmu itu baik secara bahasa mau pun secara istilah secara syar`i.
Al-Ilmu bentuk jamaknya adalah al-`Ulum maknanya adalah kejelasan dan pengetahuan yaitu mengetahui secara pasti tentang sesuatu dan perkara.
Syaikh muhammad bin sholeh al-Utsaimin mengatakan dalam bukunya " Kitabul Ilmu" :" Ilmu secara bahasa adalah lawan dari bodoh, yaitu mengetahui sesuatu yang sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti".
Sedangkan ilmu secara syari`i sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama adalah mengetahui dan ia adalah lawan dari kebodohan.Ulama yang lain mengatakan : Sesungguhnya ilmu itu lebih gamblang dari pada hanya sekedar tahu."

Bab Kelima
Adab seorang penuntut ilmu

Ketahuilah Setelah kita jelaskan macam-macam ilmu dan ciri-ciri yang bermanfaat dan tidak, maka kita masuk pada inti dari seorang yang ingin meraih ilmu yaitu adab seorang penuntut ilmu, karena perkara ini begitu penting agar menjadikan kita bisa berbudi pekerti yang luhur dengan bermahkotakan ilmu dan akhlak yang mulia. sebelumnya Mari kita tengok potret ulama salaf, Dulu para salaf sangat memperhatikan sekali dengan masalah adab ini, sehingga mereka mendidik anak-anaknya sebelum usia baligh dengan adab islam terlebih dahulu, mengajari al-Qur`an serta hafalanya, mengajari dasar tulis menulis dan membaca sebelum mereka memasukan kemajelis ilmu. Imam Sufyan ats-Tsauri mengatakan :" Mereka (para salaf) tidak menyuruh anak-anaknya untuk menuntut ilmu sebelum mereka memilki adab dan beribadah selama dua puluh tahun."
Di riwayatkan bahwa Ibunya Imam malik menasehati anaknya agar pergi ke Rabi`ah untuk belajar adab darinya sebelum mengambil ilmunya
Abdulloh bin mubarok mengatakan :" Mereka ( para salaf ) mempelajari adab terlebih dahulu kemudian baru menuntut ilmu."
Ibrohim bin habib asy-Syahid menceritakan : Bapakku berkata kepadaku : " Wahai anakku datangilah para ulama, belajarlah dari mereka dan ambillah adab dan akhlak serta petunjuknya, sesungguhnya itu lebih saya cintai darimu dari pada banyaknya hadits."
Para salaf juga terkenal dengan adab yang mulia yang mereka pelajari sebelum terjun didalam majelis ilmu, berkata Ibnul mubarok :"Saya belajar adab selama tiga puluh tahun, dan menuntut ilmu selama dua puluh tahun, dan para ulama salaf, mereka mempelajari ilmu terlebih dahulu kemudian baru mencari ilmu." Beliau juga berkata :' Adab adalah sepertiga dari ilmu'."
Lantas bagaimana dengan keadaan para penuntut ilmu pada zaman sekarang, betapa banyak yang melalaikan hal ini sehingga ketika ilmu sudah ada pada dirinya ilmunya hilang dari tujuan utama. Wahai saudaraku – Semoga Allah Ta`ala memberikan taufik kepadamu- Perhatikanlah, kita yang baru meniti jalan dalam menuntut ilmu ini sudah seharusnya lebih banyak lagi belajar dan belajar tentang masalah adab ini karena itulah mahkotanya ilmu,contohlah sebagaimana para ulama salaf dengan keimaman serta kedalaman ilmu mereka, sebelum mempelajari ilmu dan duduk dimajelis ilmu mereka terlebih dahulu mempelajari adab, maka hasilnya sekarang bisa kita lihat dan kita rasakan bersama, kita bisa lihat keharuman namanya walaupun sudah berpuluh-puluh tahun meninggalkan dunia ini dan kita bisa rasakan ilmunya yang berbarokah sehingga para ulama yang belakangan selalu menukil ucapan-ucapanya mereka.Subahanallah yang telah menjadikan ilmu ini sebagai pelita dan pintu dari segala kebaikan. Nabi Shalallahu`alihi wasalam bersabda :
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
"Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk menjadi baik, maka akan diberi kepahaman dalam perkara agama." HR Bukhori no:71,Muslim no: 1037.
Maka adab pertama dan yang paling pokok yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu sebelum terjun kepada majelis ilmu adalah:
• Ikhlas
seorang yang ingin menuntut ilmu mengikhlaskan niat adalah hal pertama yang harus ada dalam hatinya sebelum ia mendatangi majelis ilmu,dengan membersihkan dari semua kotoran hati seperti hasad,perbuatan maksiat dan akhlak yang buruk,supaya ilmu itu mudah masuk didalam hati.
Ketika seorang penuntut ilmu telah hilang niat ikhlas didalam hatinya maka ia akan diganti oleh sifat Riya` dan sum`ah , karena ikhlas merupakan pondasi dari semua amalan dan ilmu yang akan engkau dapat, begitu niatnya melenceng dari relnya maka ilmu itu akan menjadi hujah atasmu bukan bagimu. Engkau niat dengan ilkhas hanya menginginkan Ridho Allah dan berniat untuk menghilangkan kebodohan dalam dirimu dan orang lain, tidak menginginkan dengan ilmu itu untuk memperoleh jabatan atau kedudukan atau agar dipanggil sebagai orang yang alim dimata manusia.
Allah berfirman :

" Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." QS al-Bayyinah:5

Sebagian salaf berkata :"Kami mencari ilmu untuk selain Allah namun ia enggan kecuali hanya untuk Allah semata." Demikian pula Nabi Shalallahu `alaihi wa salam sangat melarang orang yang belajar dengan tidak mengikhlaskan niat, beliau bersabda :
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا
" Siapa yang mempelajari ilmu yang denganya mengharap wajah Allah `Azza wa jalla demikian pula tidaklah ia mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan dunia yang ingin dicapainya, maka ia tidak akan mencium baunya surga dihari kiamat nanti." HR Ibnu Majah no:92, Abu Dawud no: 71.

Namun bukan berarti orang yang tidak ikhlas tidak boleh belajar, tetaplah belajar tapi perhatikan selalu niatmu tersebut karena adakalanya ditengah-tengah belajar kita kemudian dikaruniai keistiqomahan dan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa ta`ala.
Saudaraku yang saya cintai Tidak diragukan lagi bahwa ilmu adalah ibadah, bahkan merupakan ibadah yang paling agung dan utama, sehingga Allah menjadikanya sebagai bagian jihad fisabilillah. sebagian ulama berkata :" Ilmu adalah sholat secara rahasia dan ibadah hati dan amalan bathin."

Perhatikanlah jangan engkau jadikan ilmu itu sebagai tunggangan untuk mencapai kenikmatan dunia yang sementara, demikian pula janganlah engkau menghadiri majelis ilmu hanya sekedar untuk mengisi waktu atau sekedar ikut-ikutan, iseng atau yang lainya. namun tatalah dengan baik niat dan tujuanmu didalam menuntut ilmu. Imam Ibnu Mubarok mengatakan :" Tingkatan pertama dalam Ilmu adalah niat."

Dalam ayat Allah Ta`ala berfirman :

" Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat." QS asy-Syuraa:20.
Siapapun orangnya yang mencari ilmu untuk tujuan dunia maka ia ditakutkan termasuk dalam firman Allah, dalam surat al-Israa` Allah berfirman :

" Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir." QS al-Israa` :18.
Dan dalam hadits yang sangat populer yang diriwayatkan oleh Amirul Mukminin Umar bin al-Khathab bahwasanya Rasululloh Shalallahu`alihi wasalam bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
" Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapat apa yang diniatkanya, Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang akan dicapainya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan niatnya". HR Bukhari no; 1, Muslim no: 1907.
Syaikh Bakr bin Abdulloh Abu Zaid menasehatkan kepada kita :"Apabila ilmu tidak didasari dengan keikhlasan niat, dia berubah dari ibadah yang paling mulia menjadi kemaksiatan yang paling hina."
Maka wajib bagi penuntut ilmu untuk mengikhlaskan niatnya didalam pencarianya, dan menjadikan tujuannya tersebut hanya untuk mencari wajah Allah Ta`ala.
Kiat agar bisa ikhlas didalam menuntut ilmu
Kita semua yakin bahwa ilmu itu adalah sesuatu yang tiada bandingnya bagi orang yang niatnya benar, dengan niat yang benar akan menjadikan lebih ikhlas, ini beberapa kiat agar kita bisa ikhas didalam menuntut ilmu :
1. Engkau berniat bahwa menuntut ilmu itu untuk menjalankan perintah Allah dan RasulNya, sebagaimana firmanNya :

" Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah.." QS Muhammad :19.
Rasululloh Shalallahu`alihi wasalam bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
" Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim ." HR Ibnu majah no: 220. Dishahihkan oleh al-Albani dalan shahih Ibnu Majah no: 224.

2. Engkau juga harus berniat didalam menuntut ilmu untuk menjaga syari`at Allah, karena salah satu sarana menjaga syari`at Allah adalah dengan belajar. baik dengan menghafal, menulis juga mengarang kitab. Ibnu Jama`ah mengatakan :" Meniati dengan baik didalam menuntut ilmu dengan maksud mengharap wajah Allah, mengamalkanya serta menghidupkan syariat."
3. Engkau berniat untuk membela syari`at Allah, karena seandainya tidak ada para ulama dan orang-orang yang mau mempelajari agama ini niscaya syari`at ini akan hilang dan tidak akan terjamin kebenaranya.
4. Engkau berniat untuk mengikuti petunjuk Rasululloh Shalallahu `alaihi wa salam , karena kita tidak mungkin bisa mengikuti ajaran beliau kecuali kita mengetahuinya terlebih dahulu.
Pahami, renungkan dan tanyakanlah selalu dalam dirimu wahai para pengemban warisan Nabi, apakah sudah benar niatmu? kalau belum segeralah perbaiki, agar nanti ilmumu berguna dalam kehidupanmu dan bagi orang lain.
• Tidak tergesa-gesa
Apa pun perbuatannya kalau disertai dengan tergesa-gesa maka hasilnya tidak pernah memuaskan. Terlebih lagi dalam belajar maka sikap sabar dan tidak mudah putus asa sangat diperlukan. Imam Ahmad menceritakan tentang dirinya bagaimana ia memperoleh ilmu, beliau berkata :"Aku terus mempelajari tentang permasalahan darah haid selama sembilan tahun sehingga aku memahaminya." Maka ketahuilah bahwa ilmu itu memiliki dasar-dasar ilmu yang barangsiapa belum menekuni dasarnya niscaya ia tidak akan bisa menguasai, Ada sebuah ungkapan :" Penuh sesaknya ilmu yang didengarkan secara berbarengan akan menyesatkan pemahaman ". Dari sini maka harus ada pendasaran terhadap setiap ilmu yang ingin engkau kuasai dengan cara berjenjang dalam belajar, jangan menginginkan mendapat ilmu langsung sekaligus. karena barangsiapa yang ingin mendapatkan ilmu sekaligus , maka ilmu itu akan hilang dari dirinya sekaligus pula.
Maka hal pertama yang harus dipelajari bagi seorang pelajar adalah mendahulukan penting dari yang terpenting, kamu bisa memulai dengan ilmu pokok terlebih dahulu yaitu ilmu aqidah, kemudian mulai mempelajari apa yang menjadi kewajibanya dari kewajiban-kewajiban yang telah Allah bebankan padanya dengan disertai amalan, lalu berjenjang lagi kepada masalah-masalah cabang dari cabang-cabang ilmu yang ada yang dibangun diatas dalil dari al-Qur`an dan Sunah dengan pemahaman salafus sholeh.kemudian mulai mempelajari ilmu wasilah seperti ilmu nahwu shorof, ushul dari ushul tafsir, ushul fiqh dan lain sebagainya.
• Mengikuti pemahaman salafus sholeh ( Jadilah salafi sejati )
Termasuk ciri khas salafus shaleh adalah menjadikan pemahaman sebagai standar barometer benar salahnya didalam memahami agama ini. Maka jadilah seorang salaf sejati yaitu dengan cara engkau mengikuti jalan yang ditempuh oleh para Salafus sholeh dari kalangan para sahabat serta orang-orang setelah mereka yang mengikuti mereka dalam semua masalah agama. merekalah sebaik-baik generasi yang pernah ada dalam umat ini,janganlah engkau menjadikan pemahamnya ahlu bid`ah atau bahkan mengambil ilmu darinya sebagai jalanmu karena ia akan menjerumuskanmu pada lembah kesesatan.
Imam Malik berkata :" Janganlah mengambil ilmu dari empat orang, yaitu " Orang bodoh yang menampakan kebodohanya meskipun banyak meriwayatkan hadits, ahli bid`ah yang mengajak kepada hawa nafsunya, orang yang suka berdusta didalam pembicaraanya walaupun ia tidak berdusta kepada Rasululloh dan seorang yang shalih ahli ibadah namun tidak memahami apa yang ia katakan."
Berkata Imam Muhammad bin sirin :" Kami tidak pernah bertanya tentang sanad, namun tatkala muncul fitnah, maka kami mengatakan :"Sebutkan para perowi kalian.' Lalu dilihat kalau dia dari kalangan ahli sunah maka haditsnya diterima, namun kalau dari ahli bid`ah maka haditsnya ditolak."
Maka carilah ustad yang mengajarkan ilmu kepadamu dengan pemahaman salafus sholeh, Ahlu sunah wal jama`ah.
Bab
Adab seorang pelajar dengan dirinya sendiri.
Seorang penuntut ilmu harus memilki adab yang ia berakhlak dengannya, yang membedakan antara dirinya dengan orang awam dan selainya, diantaranya :
 Senantiasa takut kepada Allah Ta`ala
Inti ilmu adalah rasa takut kepada Allah, maka hiasilah dirimu dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, karena sebaik-baik manusia adalah orang yang takut kepada Allah Ta`ala dan merasa selalu diawasi, dan tidak ada yang lebih takut kepada Allah melainkan seorang ulama, oleh karena itu Allah memuji ulama sebagai hamba yang memiliki rasa takut kepadaNya, seperti dalam FirmanNya :

" Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." QS Fathiir : 28.
Jauhilah perbuatan maksiat kecil maupun besar karena itu adalah penghancur ilmu, Imam Syafi`i –semoga Allah merahmatinya-dengan segala keutamaanya pernah mengadukan kepada gurunya tentang hafalannya yang buruk, beliau mengatakan :" Saya mengadu keguruku tentang jeleknya hafalanku maka guruku menasehati agar meninggalkan perbuatan maksiat dan mengabarkan kepadaku, Bahwa ilmu adalah cahaya sedangkan cahaya Allah tidak akan menunjuki orang yang berbuat maksiat ".
 Tawadhu`,rendah hati dan tidak sombong.
Pancaran tawadhu dan rendah hati selalu menghiasi wajahmu sebagai buah dari keilmuan yang engkau miliki, tidak merendahkan orang lain, tunduk kepada kebenaran walau dari mana pun datangnya. kapan saja engkau memahami sebuah kebenaran maka terimalah dan jangan cari-cari alasan untuk menggantinya.
Seorang salaf mengatakan :" Ketahuilah bahwa kebenaran adalah seperti barang hilang yang dicari oleh seorang mumin, Dia akan mengambilnya dimanapun ia mendapatkanya dan berterima kasih kepada orang yang memberikan kepadanya. Demikian pula seorang penuntut ilmu, ia akan lari dari kebodohan sebagaimana ia lari dari singa. Dan orang yang lari dari singa, dia tidak akan peduli siapapun orangnya yang menunjukan jalan keluar kepadanya.”
Perhatikanlah kisahnya Nabi Musa `Alaihi salam bersama Khidhir `Alaihi salam yang mana telah diabadikan kisahnya oleh Allah dalam Al-Qur`an, Allah Shubhanahu wa ta`ala berfirman :

" Musa Berkata kepada Khidhr : "Bolehkah Aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang Telah diajarkan kepadamu?" QS al-Kahfi :66.
Nabi Musa tidak mengatakan :"Akulah Musa Kalimulloh" namun beliau dengan adabnya yang tinggi menyatakan ingin belajar ilmu darinya, demikianlah seharusnya seorang penuntut ilmu,jangan karena merasa lebih tahu sedikit tidak mau belajar dari orang yang lebih rendah darinya.
Demikian juga jauhi sifat berbangga diri dihadapan orang lain terlebih kepada gurumu,namun tundukan jiwamu untuk selalu belajar sehingga jerih payahmu dalam belajar akan menghasilkan buah yang baik.
 Hiasi diri dengan keindahan ilmu
Menghiasi diri dengan keindahan ilmu berupa bagusnya budi pekerti,akhlak yang baik dan menjadi suri tauladan yang baik dimata masyarakat. Hindari sesuatu yang sia-sia apalagi perbuatan yang tercela, berkata kotor dan jorok karena akan menghilangkan kewibawaanmu dan ilmu yang engkau bawa, sehingga orang lain tidak menghormati dan bahkan akan mencela ilmu yang engkau ajarkan.
Imam Khotib al-Baghdadi berkata :" Wajib bagi penuntut ilmu hadits untuk menghindari suka bermain, berbuat sia-sia dan sikap rendah dalam majelis ilmu seperti tertawa terbahak-bahak, banyak membuat lelucon, suka senantiasa bersendau gurau...sebab banyak sendau gurau dan tertawa akan menghilangkan kewibawaan dan harga diri."
Ada sebuah pepatah mengatakan :" Barangsiapa yang banyak melakukan sesuatu maka dia akan dikenal denganya". Jauhilah perusak ilmu ini baik dalam majelis maupun dalam setiap tingkah lakumu.

 Jauhi ahlu bid`ah
Ahlu bid`ah dengan bid`ahnya akan semakin bertambah banyak dikarenakan sedikitnya ilmu dan meraja lelanya kebodohan terhadap agama ini, Maka perintah untuk menjauhi ahli bid`ah ini adalah berdasarkan prinsip untuk menjaga dan memperbanyak kebaikan dan mencegah kerusakan yang ada.
Syaikh Muhammad bin shaleh al-Utsaimin memberi nasehat kepada kita dalam hal ini. beliau berkata :"Sepatutnya seorang pelajar harus semaksimal mungkin menghindarkan diri untuk tidak duduk bersama orang yang membahayakan harga diri dan agamanya, dan secara khusus terhadap ahli bid`ah dikarenakan ia masih dalam tahapan belajar". Beliau menegaskan :"Dan duduknya kita dengan ahli bid`ah itu akan mendorong orang lain banyak duduk dengannya (untuk belajar), atau akan menyebabkan sebagian pembesar dan tokoh duduk bersamanya, yang mana ini akan mengangkat derajatnya dan akan menyebabkan mereka tertipu dengan bid`ahnya serta ia menjadi bangga dengan dirinya."
Semoga Allah merahmati para ulama kita yang telah jauh-jauh hari mewanti-wanti kepada kita agar sebisa mungkin menjauhi para ahli bid`ah supaya kita tidak kecipratan syubhat-syubhat yang mereka ucapkan, Syaikhul Islam Isma`il ash-Shabuni mengatakan :" Ahlu sunah itu membenci ahli bid`ah yan membuat perkara baru dalam agama, tidak mencintai mereka, berteman, mendengar ucapan mereka, juga tidak duduk bersama mereka serta tidak berdebat dengan mereka dalam masalah agama. Ahlu sunah sangat menjaga telinga mereka jangan sampai mendengar kesesatan ahli bid`ah, yang mana kebid`ahan mereka kalau sudah masuk di telinga dan melekat dalam hati akan menimbulkan was-was dan rusaknya pikiran."
Maka hati-hatilah jangan sampai ahli bid`ah mencelakakanmu, karena sesungguhnya mereka membungkus kebid`ahan mereka dengan ucap-ucapan yang sangat manis. Oleh karena itu sebelum engkau belajar lihatlah ustad yang akan engkau timba ilmunya apakah ia termasuk ahlu sunah atau ahli bid`ah yang sudah terkenal dengan kebid`ahanya.

Bab Keenam
Adab bersama Gurunya

Adab murid terhadap gurunya adalah adab paling penting yang harus dimiliki oleh seorang pelajar, hendaklah dia menganggap gurunya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu padanya,serta sebagai pendidik yang membimbing pada akhlak yang baik.seorang murid kalau tidak percaya pada gurunya pada dua hal ini maka dia tidak akan mendapatkan apa yang di inginkan.
Kita semua tahu bahwa dasar mempelajari ilmu adalah dari seorang guru, dan tidak mungkin seseorang hanya belajar dari kitab tanpa bimbingan seorang guru, karena dengan bimbingan seorang guru yang ahli akan membuka pintu-pintu ilmu bagimu dan akan menyelamatkan dari kesalahan dan ketergelinciran. Maka hal pertama yang harus engkau perhatikan adalah dari siapa engkau akan mengambil ilmu, adab dan kebaikan akhlaknya. Telah diriwayatkan dari para salaf, mereka berkata :' Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agamamu.'
Demikianlah yang ditempuh oleh para ulama kita dari awal sampai pada zaman sekarang ini, oleh karenanya guru mempunyai peranan yang sangat penting bagi seorang pelajar, ia yang akan menunjuki jalan kebenaran, membuka pintu-pintu ilmu dan menghilangkan kebodohan yang ada dalam dirinya.
Dan itu semua membutuhkan adab yang tinggi dari seorang pelajar kepada gurunya, adab bagaimana ketika ia sedang bersamanya, didalam majelis ilmu, ketika bertanya dan lain sebagainya , yang tidak selanyaknya bagi seorang pelajar luput dari itu semua.
 Menjaga kehormatanya
Menjaga kehormatan seorang guru dengan menghormati, menghargai , berlaku sopan santun pada saat duduk bersamanya, berbicara padanya, saat bertanya dan mendengar pelajaran, yang mana itu adalah tanda keberhasilan didalam mendapatkan ilmu dan taufiq. Adab-adab ini harus senantiasa ada pada setiap orang yang menisbatkan kepada ilmu, kepada setiap orang yang sedang duduk bersila dihadapan ustadnya. karena ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan para nabi telah mengajarkan kepada kita semua bentuk kebaikan serta jalan-jalan yang menuju kepadanya, ketika seorang penuntut ilmu telah jauh dari adab-adab itu, maka ia tertolak dari mendapatkan barokahnya ilmu.
Imam Syu`bah bin Hajaj al-Wasithi berkata :" Saya apabila mendengar sebuah hadits dari seseorang maka saya seperti hamba sahayanya yang siap diperintah apa saja."
Suatu hal yang sangat disayangkan kalau pada zaman kita sekarang ini,sebagian ada yang berlebihan terhadap gurunya sehingga mendudukan yang bukan pada tempatnya berlebih-lebihan kepadanya didalam pengagungan sehingga menganggap semua apa yang dikatakan dan diajarkan oleh gurunya adalah suatu kepastian tanpa mau melihat lagi dalil yang shahih. dan sebagian lagi ada yang sangat sedikit adab bersama gurunya dengan mengangkat suara dihadapannya, ngotot ketika menginginkan jawaban serta suka mendebatnya,bahkan tak jarang sampai pada tingkat mengunjing dibelakang dan menjelek-jelekan ilmunya, Allahu Musta`an. Maka perhatikan itu semua. Semoga Allah merahmati Syaikh Abdurahman as-Sa`di dimana beliau mengatakan :" Dan sudah seharusnya bagi seorang pelajar agar berbudi pekerti yang baik bersama gurunya, dan memuji Allah dimana Allah telah memudahkan baginya orang yang mengajarinya dari kebodohan, dan telah menghidupkanya dengan ilmu dari kematian kebodohan…maka hendaklah ia banyak mendo`akanya baik ketika sedang bersamanya maupun ketika ia tidak ada."
 Mencatat penjelasan guru saat belajar
Inilah penyakit penuntut ilmu pada zaman sekarang ini, meremehkan pentingnya mencatat penjelasan gurunya disaat belajar, dan hanya mengandalkan hafalanya yang kemungkinan besar akan hilang dengan berlalunya zaman. mereka datang kemajelis ta`lim hanya bermodal jiping ( ngaji kuping ) ketika majelis telah selesai maka selesai pula ilmu yang ada dalam dirinya atau kalau adapun sedikit sekali yang tersisa.Ingatlah bahwa tulisan itu sangat penting untuk menjaga ilmu, lebih meresap dalam hafalan dan akan memudahkan kita ketika membutuhkan.
Oleh karena itu camkanlah baik-baik nasehat Sya`bi :"Apabila engkau mendengar sesuatu ,maka tulislah sekalipun ditembok".
Imam Syafi`i juga pernah bertutur dalam Qosidahnya : "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatanya.Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja."
 Memiliki adab baik ketika bertanya,maupun ketika duduk bersamanya
Ketika engkau duduk bersama dikajian maka berbuatlah yang penuh sopan santun padanya jangan menggambarkan kejenuhan seperti membolak-balik buku atau mencoret-coret yang tidak penting atau sebentar-bentar melihat jam tangan yang itu menandakan kebosanan dan kejenuhan,Namun bersikaplah yang baik padanya saat duduk bersama dan saat berbicara padanya.Demikian pula ketika ingin bertanya,bertanyalah dengan tenang dan jelas namun jangan terlalu sering bertanya terutama ketika dikhalayak ramai karena itu akan menjadikan engkau merasa berbangga diri namun akan membikin bosan pada ustadmu,dan janganlah terlalu ngotot untuk mendapat jawabanya jangan pula engkau ajak ia berdebat dan berbantah-bantahan,seperti apabila ia sudah menjawab,lalu dia balik bertanya lagi " Lalu jika begini ? Dan jika dijawabnya lagi,maka sang murid ini pun bertanya lagi " Kemudian jika begitu?.Begitu seterusnya,Dan ini banyak terjadi dikajian kita dikarenakan adanya murid-murid yang memang sangat gemar bertanya,sehingga membikin bosan yang mendengar juga tidak mengasih kesempatan pada saudaranya yang lain yang ingin bertanya yang kemungkinan itu lebih penting untuk dijawab oleh sang ustad.Contohlah selalu petunjuknya para ulama salaf dalam masalah ini niscaya engkau akan mendapatkan kebaikan yang sangat banyak. Berkata Imam Ibnul Qoyim :" Apabila engkau belajar pada seorang ulama,maka bertanyalah dengan tujuan agar engkau mengetahui jawabanya bukan untuk membantahnya ." Beliau juga berkata : Ilmu itu mempunyai enam tingkatan :
1.Bertanya dengan bagus
2.Mendengar dengan baik
3.Memahami dengan baik.
4.Menghafal.
5.Mengajarkan.
6.Mengamalkan dan menjaga adab-adabnya,Dan inilah buah dari sebuah ilmu.

Bab Ketujuh
Adab pelajar dengan ilmunya

Ikatan ilmu adalah dengan mengamalkanya,maka sedikit banyak ilmu yang engkau miliki harus diamalkan,jangan seperti yahudi mereka memiliki ilmu namun enggan untuk mengamalkanya.Telah lewat perkataanya Syaikh Muhammad bin Abdul wahab tentang kewajiban kita untuk berilmu tentang empat perkara,kemudian setelah mengetahui kita disuruh untuk mengamalkanya.Sehingga kita terhindar dari firman Allah Ta`la:

" Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." QS ash-Shaf : 2-3.
Imam Bukhari telah membikin satu bab dalam shahihnya sebuah Bab berilmu dahulu sebelum beramal,kemudian beliau menyebutkan ayat ;

" Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.." QS Muhammad :19

Semoga Allah merahmati Imam Sufyan ats-Tsauri,beliau berkata : Penyambung ilmu adalah dengan mengamalkanya,jika ia mengamalkan maka ia telah memenuhinya jika tidak maka ia akan hilang".
Beliau juga pernah ditanya mana yang lebih engkau cintai menuntut ilmu atau mengamalkanya,beliau menjawab :" Hanyalah maksud dari ilmu itu adalah untuk diamalkan,maka tidaklah penuntut ilmu diseru supaya mengamalkan,dan tidak pula amal menyerunya supaya ia menuntut ilmu."
Rasululloh Shalallahu `alaihi wa salam juga sangat keras peringatanya terhadap orang yang tidak mau mengamalkan ilmunya,beliau bersabda :
مَثَلُ الْعَالِمِ الَّذِي يُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ ويَنْسَى نَفْسَهُ كَمَثَلِ السِّرَاجِ يُضِيءُ لِلنَّاسِ ويُحْرِقُ نَفْسَهُ.
"Perumpamaan seorang berilmu yang mengajarkan kebaikan kepada manusia tetapi melupakan dirinya seperti lampu yang menyinari manusia tetapi membakar dirinya." HR athThobroni dalam Mu`jam Kabir 1659.

Inilah yang banyak dilalaikan oleh para penuntut ilmu pada hari ini mereka menyangka bahwasanya ilmu agama sama seperti wawasan,dipelajari lalu disimpan tidak diamalkanya,sehingga banyak sekali ilmu yang dilalaikan.`Ammar bin Qois al-Malai berkata :" Apabila telah sampai kepadamu suatu kebaikan ,maka amalkanlah walaupun sekali dan jadilah kamu termasuk golonganya."
Betapa banyak ilmu yang telah hilang dari kita akibat enggan untuk mengamalkanya,ketika ilmu bahwa pergi kedukun adalah kesyirikan yang akan mengakibatkan kekal pelakunya dineraka telah sampai padanya maka janganlah sekali-kali lagi untuk mendatanginya,bahwa sholat berjama`ah dimasjid adalah wajib bagi laki-laki maka bersegeralah datang kemasjid apa bila telah terdengar adzan,ketika ilmu untuk memelihari jenggot telah sampai kepadanya maka segeralah memenuhinya,bahwa semua musik apapun jenisnya adalah haram maka tinggalkanlah, demikianlah seterusnya pada setiap masalah jangan lagi menunda-nunda sehingga ia lupa darinya,ingatlah bahwa setiap ilmu yang shahih dari al-Qur`an dan sunah yang telah sampai padamu,maka itu tanda telah tegaknya hujah atasmu.Camkanlah sabda Rasululloh Shalallahu `alaihi wa salam ini; Dan al-Qur`an itu adalah hujjah bagimu atau atasmu. : diriwayatkan dari Imam Waki`i,beliau berkata :"Apabila engkau ingin menghafal hadits maka amalkanlah.
Dan perhatikanlah,sesungguhnya ilmu itu memiliki kelalaian-kelalaian yang tidak boleh diremehkan,seperti salah satunya enggan untuk mengamalkan sehingga ia hilang sampai terlupakan.Dulu dikatakan keluarkanlah zakat ilmu yaitu dengan mengamalkanya dan mendakwahkanya.
Sungguh kalau kita lihat pada sejarah ulama kita maka kita akan selalu kagum dengannya,perhatikalah kisah ini,Dari al-Marudi ia berkata : Imam Ahmad berkata padaku :" Tidaklah saya menulis sebuah hadits dari Nabi Shalallahu `alaihi wa salam kecuali sungguh aku telah mengerjakanya,hingga lewat padaku sebuah hadits : Bahwasanya Nabi Shalallahu `alaihi wa salam berbekam dan mengasih abu Thoyibah satu dinar,maka akaupun berbekam dan mengasih satu dinar kepada orang yang membekamku."
Syaikh Muhammad bin sholeh al-Utsaimin berkata memberi wejangan kepada kita semua yang sedang belajar :"Wahai para pelajar –Semoga Allah memberkahi ilmu kalian- tuntutlah ilmu dan amalkanlah,jangan seperti sebagian orang yang hanya bisa menghafal dan belajar namun tidak bisa mengamalkanya.Ini semua tidak ada faidahnya.Jadilah pelajar yang mengamalkan ilmunya serta mendakwahkanya.Seorang pelajar harus memiliki tiga hal yaitu : Keuletan dalam belajar ,mengamalkannya serta mendakwahkanya.Ini semua harus dikerjakan,adapun kalau hanya belajar namun tidak ada faidahnya bagi orang lain,maka ini adalah sebuah kekurangan.

Bab Kedelapan

Pelajar dengan waktunya

Pergunakanlah waktumu untuk belajar,menyibukan diri dengan membaca ,menelaah dan menghafal serta mengulangi pelajaran yang lalu.Terutama pada saat masih muda dimana engkau masih sehat,jangan lewatkan masa mudamu untuk bermalas-malas dan berandai-andai karena ilmu tidak akan masuk pada orang yang suka berangan-angan,masa muda adalah masa yang bagus untuk kosentrasi hati dan fikiran,karena masih sedikit kesibukan untuk memenuhi berkata :kehidupan.Oleh karena itu Umar "Belajarlah kalian sebelum menjadi pemimpin." Karena seseorang kalau sudah jadi pemimpin maka akan banyak urusannya.
Oleh karena itu sungguh-sungguhlah engkau dalam belajar mumpung engkau masih punya waktu longgar,telaah,belajar,dan bahaslah serta jadikan lembaran-lembaran kitab itu sesuatu yang menjadi rutinitas pandangan matamu.
Gunakan waktu dengan sebaik mungkin,dengan membaca buku-buku yang bermanfaat ketika sedang menunggu majikan,dari pada digunakan untuk ngobrol kesana kemari yang tidak jelas arahnya,yang tidak menutup kemungkinan akan menghibah orang lain.

Bab Kesembilan
Pelajar dengan kitab

Ada sebuah ungkapan bahwa sebaik-baik teman duduk adalah buku.Termasuk sesuatu yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu adalah memiliki koleksi kitab dan perpustakaan pribadi,suatu yang sangat aneh jika seorang pelajar tidak memiliki kitab sama sekali.Hendaknya kitab yang dikoleksi adalah kitab yang berharga serta hindari perpustakaanmu dari kitab-kitab yang tidak ada kebaikan terutama kitabnya ahli bid`ah,karena sama saja engkau memasukan racun yang sangat berbahaya dalam rumahmu.Bagi kita yang tidak bisa berbahasa arab alhamdulillah sekarang sudah banyak sekali buku-bukunya para ulama yang diterjemahkan kebahasa Indonesia ,pilihlah kitab yang paling penting,Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan:"Hendaklah engkau mengoleksi buku-buku yang disusun berdasarkan cara pengambilan dalil dan cara memahami alasan dibalik ketentuan hukum serta buku-buku yang mendalami inti dari berbagai permasalahan".
Namun,jangan jadikan perpustakaan kita hanya sekedar sebagai pajangan belaka,tetapi jadikan tujuan kita untuk mengambil faidah dari kitab-kitab tersebut dengan membaca dan menelaahnya.

Cara berinteraksi dengan kitab

Sebelum membeli kitab,mintalah pendapat dan komentar ustad atau temanmu yang lebih paham tentang kitab apa yang harus ia miliki supaya setiap kitab yang akan engkau beli bermanfaat bagimu,bukalah lembar demi lembar dan yakinkan bahwa kitab yang akan engkau beli dalam kondisi yang baik cetakan ataupun tulisanya,sebelum menaruh dirak buku lihatlah daftar isi dan bacalah sekilas apa saja pembahasan yang ada dalam buku tersebut. Kalau kita mau mencobanya tentu akan banyak sekali faidah yang akan kita dapat,karena yang paling bisa dilakukan oleh seseorang apabila mendapat sebuah buku adalah melihatnya sekilas apalagi kalau buku tersebut tebal dan berjilid-jilid maka lihatlah daftar isinya,dan jarang sekali yang bisa membaca semua kitab yang ia dapat.Intinya janganlah menaruh buku yang baru engkau dapat sebelum mengetahui penulisnya dan isi pembahasan yang itu bisa dilihat didaftar isi.
Syaikh Bakr Abu Zaid memberikan sebuah nasehat yang sangat bagus kepada para penuntut ilmu bagaimana cara berinteraksi dengan kitab,beliau berkata :" Apabila engkau mendapatkan sebuah kitab,maka janganlah engkau masukan dalam perpustakaanmu kecuali engkau sudah selesai membacanya sekilas atau engkau baca muqodimahnya atau daftar isinya atau beberapa bagian dalam kitab tersebut.Adapun kalau engkau tumpuk saja bersama kitab yang sejenis dalam perpustakaanmu ,maka barangkali tahun demi tahun berjalan dan umurpun semakin bertambah sementara engkau tidak sempat menelaahnya".
Adapun cara menelaah kitab ada dua cara,Pertama: Menelaah dengan Tadabbur ( Memahami dan menghayati ).Hal ini perlu hati-hati dan tidak tergesa-gesa.,Kedua : Menelaah hanya sekedar membaca isi kitab dan pembahasan yang terdapat didalamnya.Hal ini cukup dengan membaca sekilas.Dan cara yang paling utama dalam membaca kitab adalah dengan memahami dan menghayati makna-makna yang terkandung serta meminta bantuan kepada yang mengerti agar dapat memahaminya.
Dan jangan suka meremehkan buku yaitu ketika kamu telah membeli jangan hanya sebagai pajangan koleksi sehingga bertumpukan tidak terurus ini adalah perbuatan yang tercela.Nu`aim bin Naa`im menceritakan tatkala Imam Ahmad ditanya:Apakah seseorang boleh meletakan kitab-kitabnya dibawah kepalanya (Buat bantal)? Beliau bertanya : Kitab apa?Penanya menjawab: Kitab Hadits,Imam Ahmad berkata : Apabila ia khawatir kitabnya dicuri maka tidak mengapa,adapun kalau menjadikanya sebagai bantal maka tidak boleh.
 Beberap kitab yang perlu dimiliki.
Diantara manfaat memiliki kitab adalah akan memudahkan kamu ketika ingin membahas suatu masalah hanya tinggal mengambil tidak perlu pusing kesana kemari untuk meminjam kepada orang lain,dan tentu manfaat-manfaat yang lainnya.Termasuk sesuatu yang penting juga adalah engkau hendaknya memiliki koleksi kitab yang memiliki literatur tua yang ditulis oleh para ulama salaf, (Namun miliki pula kitab yang ditulis pada zaman sekarang) karena kebanyakan kitab yang ditulis oleh orang-orang zaman sekarang sedikit makna namun panjang kalimatnya,berbeda dengan kitab-kitabnya para ulama salaf,bahasanya mudah namun kuat maknanya sehingga tidak ada satu pun kalimat yang tanpa makna. Dan Para ulama pada zaman sekarang telah merekomendasikan untuk para pemula dalam menuntut ilmu agar mempelajari dan tentunya memiliki kitab-kitab yang ringkas diantaranya :
• Diantara kitab-kitab yang terbaik adalah kitab-kitabnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan kitab-kitab murid beliau Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyah –Semoga Allah merahmati keduanya-.
• Kitab Tauhid dan Aqidah.
1. Kitab-kitabnya Syaikh Muhammad at-Tamimi seperi : Tsalatsatul Ushul dan syarahnya oleh Ibnu Utsaimin,Al-Qowaid Arba`,Kasyfus Syubhat dengan syarahnya oleh Ibnu Utsaimin dan Kitabut Tauhid dengan Hasyiyah ( catatan ringan ) Ibnul Qosim.Juga syarahnya Fathul Majid oleh Syaikh `Abdurahman bin Hasan Alu Syaikh.
2. Lum`atul Itiqood karya Ibnu Qodamah dengan syarahnya Oleh Syaikh Ibnu Utsaimain.
3. al-Wasithiyah dengan syarahnya Syaikh Sholeh Fauzan,kemudian al-Hamawiyah dan at-Tadmuriyah semuanya karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
3. Syarah Aqidah Thohawiyah dan yang paling bagus dan sempurna adalah syarahnya Syaikh Sholeh Alu Syaikh menteri Agama Saudi.Dan ia berbentuk Kaset sebanyak tiga album.Juga Ta`liqnya Syaikh al-Albani.
• Kitab Hadits.
1. Al-Arbain Nawawiyah beserta syarahnya ( penjelasan ) oleh Ibnu Utsaimin ditambah dengan Jami`ul `Ulum wal Hikam karya Imam Hafidh Ibnu Rajab.
2. `Umdatul Ahkam karya `Abdul Ghoni al-Maqdisi beserta syarahnya,yang bagus adalah Taisir `Allaam karya Syaikh `Abdulloh Alu Bassam.
3. Bulughul Maram karya al-Hafidh Ibnu Hajar al-`Asqolani dan syarahnya yang bagus adalah Taudhihul Ahkam karya Syaikh `Abdulloh Alu Bassam.
4.Kutubus sittah yaitu: Shahih Bukhori,shahih Muslim,Sunan Abu Dawud,sunan at-Tirmidzi,sunan an-Nasai,sunan Ibnu Majah.Dengan beberapa syarahnya seperti Fathul Bari syarah shahih Bukhori oleh al-Hafidh Ibnu Hajar juga Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi.
5. Juga kitab-kitabnya Muhadits ( ahli hadits ) zaman ini Imam Muhammad Nashirudin al-Albani.seperti yang terpenting adalah Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah dan Silsilah Ahaadits adh-Dha`ifah,yang merupakan kamus terbesar dalam masalah ini,beliau telah melakukan penelitian tajam tentang kajian haditsnya dan mengumpulkan keterangan para ulama dari banyak sumber.
• Kitab Fiqh.
1. Shifat wudhu Nabi Shalallahu `alaihi wa salam karya Syaikh Fahd asy-Syuaib.
2. Shifat sholat Nabi Shalallahu `alaihi wa salam karya Imam al-Albani dan Ibnu Baz –semoga Allah merahmati keduanya-
3. Subulus Salam karya Imam Shan`ani.
4. Zaadul Mustaqni karya al-Hijjawi dengan syarahnya ar-Raudhul Murobi.
5. Untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi bisa memiliki al-Mughni ( untuk perbandingan madzhab ) ini dalam madzhab Hanbali karya Ibnu Qudamah.al-Majmu` Syarah al-Muhadzab karya tiga ulama Imam Nawawi,as-Subki dan al-muthi`i untuk madzhab Syafi`i.
• Kitab Faraid.

1. Matan ar-Rahiyah karya ar-Rahibi.
2. Matan al-Burhaniyah karya Muhammad al-Burhani.
• Kitab Tafsir.

1. Taisir Karimu Rahman karya Syaikh Abdurahman as-Sa`di.
2. Aisarut Tafasir karya Syaikh Abu Bakar al-Jazairi.
3. Tafsir Ibnu Katsir yang berjumlah empat jilid atau ringkasanya Misbahul Munir karya sejumlah ulama yang diketuai oleh syaikh Mubarokfuri.
4. Adhwaa-ul Bayan karya Syaikh Muhammad bin Mukhtar asy-Syinqithi.
5. Jami`ul Bayan fii Ta`wilil Qur`an karya Imam Thobari.
• Nahwu.
1. Aj-Jurumiyah karya Ibnu aj-Jurum dengan syarahnya oleh Ibnu Utsaimin.
2. Qathrun Nada karya Ibnu Hisyam.
3. Alfiyyah Ibnu Malik dengan syarah Ibnu `Aqil.
• Sirah Rasul Shalallahu `alaihi wa salam .
1. Mukhtashor siroh karya Syaikh Muhammad at-Tamimi
2. Ar-Rahiqul Makhtum karya Mubarokfuri.
3. Siroh Ibnu Hisyam.
4. Zaadul Ma`aad fii Hadyi Khoirul `Ibaad karya Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah.
• Musthalah Hadits.
1. Musthalah Hadits karya Ibnu Utsaimin.
2. Mandhumah al-Baiquniyyah dengan syarahnya oleh Ibnu Utsaimin.
3. Nukhbatul Fikr karya al-Hafidh Ibnu Hajar.
4. Alfiyyah nya al-`Iraqi
• Kitab Ushul fii Tafsir.
1. Muqodimah fii Ushuli Tafsir karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan syarahnya oleh Ibnu Utsaimin.juga syarahnya D.Musa`ad bin Sulaiman at-Thayar.
2. Al-Qowaidul Hisan karya Abdurahman as-Sa`di.
• Kitab Ushul Fiqh.
1. Al-Ushul min Ilmil Ushul karya Syaikh Ibnu Utsaimin.
2. Al-Waraaqot karya Imam Al-Juwaini dengan syarahnya oleh Ibnu Utsaimin.
3. Raudhatun Nadhir karya Ibnu Qudamah.
• Raqa`iq ( Pelembut hati ).
1. Karya momumentalnya Imam Nawawi yang tidak selayaknya seorang penuntut ilmu tidak memilikinya,yaitu Kitab Riyadhus Shalihin dengan beberapa syarah seperti Bahjatun Nadhirin oleh Syaikh Salim bin `ied al-Hilali juga syarahnya Syaikh Ibnu Utsaimin.
2. Mukhtasar Minhajul Qoshidin karya Ibnu Qudamah.
• Kitab Fatawa.
1. Kitab-kitab fatawanya Syaikh Ibnu Baz,Ibnu Utsaimin, Ibnu Jibrin dan Syaikh Sholeh Fauzan dan lajnah Daimah.
• Kitab adab penuntut ilmu.
1. Hilyah Tholibil Ilmi karya Syaikh Bakr Abu Zaid.
2. Adab Tholibil Ilmi karya Muhammad bin Sa`id Ruslan.
3. Adab Imla wal Istimla karya as-Sam`ani.
4. Tadzkirotul Saami wal Mutakalim fii adabil Ilmi wal muta`alim karya Ibnu Jama`ah.
5. Jami`ul Bayanil Ilmi wa Fadhlihi karya Ibnu `Abdil Bar.
6. Al-Jaami`u li Akhlak Raawi wa adabus Saami karya Khotib al-Baghdadi.
7. Akhlak Ulama karya al-Ajurri.
• Dan Kitab-kitabnya para Imam yang lainya,seperti :
1. Al-Hafidh Ibnu `Abdil Bar ( Wafat tahun 463 H),dan kitab beliau yang paling baik adalah at-tamhiid.
2. Al-Hafidh adz-Dzahabi ( wafat tahun 748 ).
3. Al-Hafidh asy-Syaukani ( wafat tahun 1250 ).
4. Al-`Alamah Shidiq Hasan Khan ( wafat tahun 1307 ).
5. Dan Imam-imam Dakwah yang lainnya.

Bab KEsepuluh
Penuntut ilmu dengan al-Qur`an

Dalam kesehariannya seorang muslim al-Qur`an adalah sumber maraji` ( Tempat kembali ) dan Dustur ( Peraturan ) dalam seluruh gerak kehidupannya, karena disitulah akan ditemukan ketenangan ketentraman serta kebahagian hidup yang hakiki.Maka menghafal al-Qur`an bagi para penuntut ilmu adalah termasuk hal yang sangat prinsip serta menjadi pelajaran dasar bagi penuntut ilmu. oleh karena itu ia harus lebih giat lagi baik dalam hal hafalan, memahami serta mengamalkan, sebagaimana yang diperbuat oleh generasi terbaik umat ini, para mereka tidaklah menghafal dari sepuluh ayat kecuali mereka telahsahabat paham serta mengamalkanya . Suatu hal yang aneh dan termasuk tercela bagi seorang penuntut ilmu kalau ia tidak memiliki hafalan ayat atau surat dari Kitabulloh, bagaimana nanti ia akan berdakwah kepada masyarakatnya jika ia juz `ama saja belum mengkhatamkanya, Para ulama dahulu pun sangat memperhatikan dalam hal ini bahkan mereka yang tidak mempunyai hafalan akan dicelanya seperti apa yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab beliau Taqribut Tahdzib ketika menerangkan biografinya Utsman bin Muhammad bin Abi Syaibah, Beliau berkata :" Tsiqoh, Hafidzh yang tersohor, memiliki awham ( Kesalahan ), dikatakan Ia tidak hafal al-Qur`an."
Ibnu Jama`ah berkata:" Pertama kali memulai dengan Kitabulloh sampai mahir, lalu berusaha untuk mengetahui tafsirnya dan semua ilmu yang berkaitan denganya, karena itulah pokok ilmu bahkan induk dari semua ilmu."
Mengafal Kitabulloh adalah kunci dari ilmu yang ingin engkau raih oleh karena itu bersungguh-sungguhlah kalian dalam menghafal serta memahaminya karena Allah akan mengangkat derajat seorang penghafal al-Qur`an dan mau mengamalkan isinya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits : "Sesungguhnya Allah akan mengangkat kaum dengan sebab kitab ini ( al-Qur`an ) dan meninggalkan yang lainya."
 Beberapa cara untuk menghafal.
Ini adalah beberapa cara istimewa dalam menghafal al-Qur`an serta cara menguatkan hafalan,menancapkan dalam hati serta cara cepat menghafal dan menyelesaikan khatam al-Qur`an, Cara ini ada beberapa metode, seperti berikut :
1. Bacalah ayat yang pertama sebanyak dua puluh kali. Demikian pula untuk ayat kedua, ketiga dan keempat.
2. Bacalah keempat ayat tersebut dari awal hingga akhir untuk menggabungkan antara ayat-ayat tersebut sebanyak dua puluh kali.
3. Setelah itu untuk menambah hafalan,bacalah ayat kelima,keenam,ketujuh dan kedelapan sebanyak dua puluh kali. Lalu caranya sama seperti diatas, bacalah ayat kelima sampai kedelapan sebanyak dua puluh kali.
4. Bacalah dari ayat pertama sampai ayat kedelapan sebanyak dua puluh kali untuk menguatkan hafalan dari lembaran tersebut.Lakukan demikian terus pada setiap lembar dari al-Qur`an dan konsistenlah dengan cara ini.dan perhatikan janganlah kamu menambah dalam sehari menghafal lebih dari delapan ayat agar tidak lepas apa yang sudah kamu hafal.
 Cara menambah hafalan baru.
Jika engkau ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya, maka sebelum memulai hafalan baru ulangilah hafalan yang pertama sebanyak dua puluh kali agar hafalan tersebut menancap kuat.Kemudian baru mulai hafalan baru dengan cara yang sama seperti diatas.Cobalah cara tersebut, ada pepatah arab mengatakan : "Barangsiapa yang tidak mau mencoba maka ia tidak tahu keutamaanya, Cobalah niscaya engkau akan dapati kebenaran apa yang kami ucapkan".
 Cara menggabung antara menghafal dan Muraja`ah ( mengulang hafalan ).
Cara terbaik untuk menggabung antara menghafal dan muraja`ah adalah menjadikan al-Qur`an menjadi tiga bagian yaitu setiap sepuluh juz adalah satu bagian agar hafalan yang telah engkau miliki tidak lupa. contoh jika engkau telah hafal satu halaman dalam sehari maka ulangilah empat halaman yang lalu hingga engkau menghafalkan sepuluh juz. setelah sepuluh juz telah engkau hafal maka berhentilah untuk menghafal lalu gunakan waktumu untuk muraja`ah selama sebulan sampai benar-benar hafalanmu menancap dihatimu, kemudian setelah merasa yakin dengan hafalanmu maka mulailah kejuz sepuluh yang kedua, lakukan sama seperti diatas kecuali engkau tambahkan didalam muraja`ah sepuluh juz yang pertama dan berhentilah menghafal selama dua bulan untuk muraja`ah. demikian seterusnya sampai kesepuluh juz yang terakhir. setelah khatam tiga puluh juz maka ulangi sepuluh juz yang pertama selama satu bulan setiap harinya setengah juz. Kemudian pindahlah kepada juz yang kedua puluh sama seperti diatas setiap harinya muraja`ah sebanyak setengah juz ditambah delapan halaman dari sepuluh juz yang pertama. kemudian ulangi sepuluh juz yang terakhir selama satu bulan dengan setiap harinya setengah juz ditambah delapan halaman dari sepuluh juz pertama dan kedua. setelah selesai mulailah muraja`ah al-Qur`an secara sempurna dengan setiap harinya dua juz yang engkau ulang-ulang sebanyak tiga kali dalam sehari sehingga dalam dua minggu engkau telah mengkhatamkan al-Qur`an. Beberapa catatan penting :
• Sebelum mulai menghafal mintalah pertolongan kepada Allah Ta`ala untuk dimudahkan. Lalu ikhlaskan niat hanya semata untuk mencari keridhoanNya.
• Pada fase pertama menghafal biasanya engkau akan mengalami kesulitan yang akan menyebabkan mundur selum sampai tujuan. Oleh karena itu milikilah tekad yang kuat sebelum mulai menghafal, dengan selalu konsisiten apapun hasilnya, karena pada fase-fase pertama ini setan memiliki peranan yang sangat penting untuk menjadikan engkau mundur sebelum waktunya, tinggalkan was-was setan tersebut dengan terus menghafal.
• Hendaknya dalam menghafal engkau dibimbing dengan seorang guru, menghafal dengan seorang guru yang akan menyimak dan membenarkan bacaanmu.
• Mulailah menghafal dari surat-surat yang pendek, dari surat an-Nas hingga surat al-Baqarah, karena itulah cara termudah.kemudian jika sudah hafal maka ketika muraja`ah baliklah dari surat al-Baqarah hingga surat an-Nas.
• Gunakanlah satu mushaf didalam menghafal karena ini akan memudahkanmu, karena ketika engkau sedang menghafal engkau akan tahu dengan pasti halaman, baris serta tempat-tempat ayat yang sedang engkau hafal. Berbeda jika engkau menggunakan banyak mushaf tentu engkau akan mengalami sedikit kesulitan.

Memiliki cita-cita yang tinggi.
Seorang pelajar hendaknya mempunyai tujuan serta cita-cita yang tinggi didalam belajarnya, bukan hanya sekedar menghabiskan waktu di majelis ta`lim. Dengan menggantungkan cita-cita yang tinggi akan menjadikan kamu termotivasi ketika belajar dan akan menjadi titik sentral dalam dirimu baik untuk maju maupun mundur. Dan diantara cita-cita yang paling mulia adalah agar dengan ilmunya itu engkau bisa menjadi seorang mubaligh besar yang menyampaikan dan mengajarkan syari`t Islam ditengah-tengah masyarakat dan ummat Islam pada umumnya,maka ketika seorang pelajar telah melakukan hal itu maka ia akan menjadi perantara Allah dengan hambaNya dalam menyampaikan syariat Islam ini.Tapi jangan sampai engkau berkhayal tanpa mau belajar karena ilmu didapat dengan belajar bukan dengan angan-angan. Berkata Yahya bin Abi Katsir : "Ilmu itu tidak diperoleh dengan santai-santai badan."

Bab Kesebelas
Nasehat untuk penuntut ilmu

Ya tholibi ilmi !! Semoga Allah memberikan barakah pada diri dan ilmumu, tuntutlah ilmu dan amalkanlah kemudian dakwahkanlah sesuai dengan cara para ulama salaf. Setelah sekian lama engkau duduk ditaman ilmu tentu ada begitu banyak kebaikan dan faidah yang telah engkau peroleh, cintanya engkau kepada ilmu akan menjadikan engkau ahlinya, tentu setelah kepayahan dan pengorbanan yang kamu rasakan namun dengan diiringi semangat dan tekad yang kuat engkau dapat lolos dari itu semua. Maka perhatikanlah !! janganlah ilmu yang telah melekat pada dirimu menjadikan engkau membikin atau suka keluar masuk pada berbagai jama`ah, partai atau kelompok apapun namanya yang disitu dipersembahkan sikap wala' ( loyalitas ) dan bara' ( berlepas diri ) kepadanya, karena itu berarti engkau akan keluar dari tempat yang lapang menuju sebuah tempat yang sempit. semua yang ada dalam islam adalah merupakan manhaj hidup sedangkan kaum muslimin adalah satu jama`ah sedangkan tangan Allah beserta jama`ah. Jauhilah macam-macam partai dan golongan yang mana dengan itu semua engkau akan memasang bendera wala; dan bara', sedangkan Islam tidak pernah mengenal sistem fanatik golongan. Berpegang teguhlah dengan manhaj Rasululloh dan para sahabatnya, Jadilah seorang pelajar muslim yang mengikuti atsar serta meneladani sunah dengan pemahaman para salafush sholeh tidak menisbatkab diri dengan nama, madzhab, guru, baju dan simbol tertentu, seorang ulama pernah ditanya tentang nama lain dari sunah? Maka beliau menjawab : Tidak mempunyai nama lain kecuali as-Sunah. Maksudnya bahwa Ahlu Sunah tidaklah mempunyai nama lain yang mereka menisbatkan diri kepadanya melainkan hanya as-Sunah saja. karena kelompok maupun golongan apapun jenisnya maka mereka mempunyai cara dan sistem tersendiri yang belum pernah dikenal oleh para ulama salaf, demikian pula akan menjadikan kalian berpecah belah yang akan menghalangi persatuan umat Islam . Sebagaimana ilmu yang telah engkau pelajari maka ia bukan hanya sekedar dihafal namun harus ada amalanya langsung, Imam Syafi`i mengatakan : "Bukanlah ilmu itu apa yang telah dihafal, namun ilmu itu adalah yang bermanfaat bagi dirinya." . Semua yang telah engkau pelajari dari akhlak dan adab penuntut ilmu semuanya akan bermanfaat jika engkau terapkan dalam keseharianmu.
Amanah ilmiyah dengan menyandarkan kepada Ahlinya
Penuntut ilmu dalam kehidupan ilmiahnya harus sangat menjaga keotitasannya dalam menukil sumber hukum atau yang berkaitan denganya. Dengan menyandarkan apa yang diucapkan atau yang ia nukil kepada sumber aslinya, Imam Nawawi berkata :" Termasuk keberkahan ilmu ialah engkau menyandarkannya kepada ahlinya." Terkadang kita mendapat sebuah faidah berharga dari kawan kita yang telah bersusah payah mendapatkanya, kemudian kita menyandarkan kepada kita tanpa mengingat jerih payah saudara kita tersebut maka janganlah lakukan hal tersebut ! hindari perangai buruk itu,dengan menghargai jasa orang lain padamu. Seorang penyair berkata dalam qosidahnya : "Apabila ada seorang yang memberikan faidah kepadamu, berupa ilmu maka banyaklah terima kasih padanya selama-lamanya. Katakanlah : Semoga Allah membalas si fulan dengan kebaikan , Karena dia telah memberikan faidah, tinggalkan kesombongan dan kedengkian." Jangan pula menyepelekan sebuah faidah sekecil apapun yang engkau dapat baik ketika dalam majelis ta`lim, membaca, mendengar kaset,atau sesuatu yang engkau dengar dari kawanmu, karena kalau engkau terbiasa menyepelekannya maka akan ada begitu banyak faidah yang hilang darimu. sedangkan dimasa tuamu nanti engkau akan membutuhkannya.
Investasikan umurmu untuk kebaikan
Detik demi detik yang lewat dalam hari-harimu menandakan semakin berkurangnya jatah hidupmu didunia ini, sedangkan kita semua tahu bahwa semua yang telah lewat dalam diri kita tidak akan pernah kembali lagi karena itu semua merupakan sunah kauniyah dalam kehidupan ini, siapa yang pernah muda maka ia tidak akan pernah merasakan masa mudanya lagi, lalu berganti masa tua yang penuh dengan kepayahan karena usia, ada sebuah ungkapan yang menarik yang dikatakan oleh syaikh Bakr Abu Zaid dalam kitabnya al-Hilyah, beliau berkata menukil untaian bait syair dalam masalah ini : "Tubuhku membungkuk oleh karena sudah tua. sehingga sekarang saya seakan-akan orang merunduk untuk mendekati binatang buruan. Saya berjalan sangat lambat, sehingga orang lain menyangka aku terikat padahal tidak." Gambaran ini tepat sekali dengan firman Allah Ta`ala :

" Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, Kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, Kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa". QS ar-Ruum : 54.
Wahai penuntut ilmu Pergunakan waktumu untuk semua kebaikan, sibukan dengan sesuatu yang bermanfaat, bisa dengan mengajarkan ilmu yang telah engkau dapat, membaca serta mentelaah buku-buku yang engkau miliki, menghafal Qur`an dan mentadaburinya. berbuat baik kepada orang tua dengan mengunjunginya, memberi hadiah kepadanya jika engkau jauh maka usahakan sering menghubungi, alhamdulillah sekarang sarana ada begitu banyak yang memudahkan kita, mengunjungi teman dan membantu kebutuhanya dan sebagainya, janganlah engkau meremehkan sedikitpun dari kebaikan.
Hindari debat kusir
Pada umumnya sebuah majelis ta`lim pasti didalamnya ada sebuah perdebatan dan diskusi, namun kesemua itu harus dengan tujuan untuk menyampaikan kebenaran dan menjelaskan kebenaran, sehingga diharapkan dengan diskusi tersebut akan membikin rujuk ( kembali ) orang yang menyelisihi kebenaran tersebut, dengan didasari rasa kasih sayang dan mahabbah ( cinta ). Demikianlah keadaan majelis para salaf bersama sebagian mereka.mengamalkan firman Allah Ta`ala :

"Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…" QS an-Nahl : 125. Ketika diharuskan berdebat maka hindari debat ala Bizantum yaitu yang biasa dinamakan debat kusir, debat yang untuk menang-menangan bukan untuk mencari kebenaran atau perdebatan yang berujung pada berlebih-lebihan dalam membahas masalah. Adapun perdebatan yang bertujuan untuk mencari kebenaran yang didasari dengan sikap saling menghormati dan tidak berlebih-lebihan atau diskusi untuk mencari kebenaran seperti berdiskusi agar nampak mana yang benar dan mana yang bathil dengan didasari atas saling nasehat menasehati , kasih sayang dan keinginan untuk menyebarkan ilmu maka itu seharusnya yang dituntut dari penuntut Ilmu. Adapun perdebatan yang hanya untuk memojokkan lawan dan berbangga diri dengan ilmunya, mencari kesalahan serta membodohi orang maka jauhilah perdebatan seperti ini, juga jauhilah orang yang suka berdebat, niscaya engkau akan selamat dari dosa dan perbuatan haram. Hindari berbicara tanpa ilmu Allah Subhanahu wa ta`ala telah mengajari NabiNya tentang adab yang mulia ini yaitu adab untuk mencegah lisannya dari berbicara tanpa ilmu, sehingga umatnya nantinya mencontoh serta menteladani beliau Shalallahu `alaihi wa salam hal ini sebagaimana dalam firmanNya :

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS al-Israa : 36). Maka setiap orang yang tidak memiliki ilmu hendaknya mencegah lisanya dengan mengatakan Laa Adry ( saya tidak tahu ) itulah perisai dan barang warisan yang harus diwariskan turun temurun bagi seorang penuntut ilmu, ketika ditanya sebuah masalah yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya maka jangan malu untuk mengatakan 'saya tidak tahu' seorang salaf mengatakan :" Bahwa wajib bagi seorang alim atau syaikh untuk mewariskan kepada murid-muridnya perkataan " Laa Adry " . Demikian keadaan para ulama kita, bahkan Rasululloh Shalallahu `alaihi wa salam tidaklah ditanya suatu masalah yang beliau tidak tahu, kecuali beliau diam dan menunggu wahyu dari langit. para sahabat pun demikian mereka ketika ditanya sebuah masalah maka mereka mengutarakan untuk ditanyakan kepada yang lainya, sampai pertanyaan itu sampai kepadanya kembali. ini menunjukan tentang tawadhunya para sahabat demikian pula para ulama salaf. Ibnu Jama`ah berkata : " Apabila ditanya suatu masalah yang memang dia tidak tahu, maka katakan ; Saya tidak tahu, atau saya tidak mengerti. Termasuk dari ilmu adalah tidak malu untuk mengatakan ; saya tidak tahu. Diriwayatkan dari sebagian salaf " Perkataan tidak tahu adalah setengah ilmu." Sebagian kita mungkin menyangka bahwa dengan menjawab semua pertanyaan menunjukan kecerdasan dalam dirinya, sempurna pemahamanya namun diriwayatkan dalam sebuah atsar bahwa orang yang berfatwa kepada manusia pada setiap masalah yang ditanyakan maka ia seperti orang gila. Dan diriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa orang yang enggan mengatakan ; saya tidak tahu dalam masalah yang memang ia tidak memiliki ilmu tentangnya maka itu menunjukan lemahnya didalam memahami agama serta sedikitnya ilmu pengetahuanya, karena ia pada kenyataanya takut jatuh martabat dan kedudukanya dimata manusia. Imam malik –Semoga Allah merahmatinya- mengatakan : " Termasuk kefaqihanya seorang alim adalah ia mengatakan ; Saya tidak tahu, sesungguhnya diharapkan dengan itu ia akan diberi kebaikan". Imam Sufyan ats-tsauri berkata : Termasuk fitnahnya seseorang apa bila sudah menjadi ahli fiqh adalah ia lebih suka berbicara daripada diam. " Beliau juga berkata : Saya menjumpai para ulama ahli fiqh mereka tidak menyukai untuk menjawab dan memberi fatwa pada setiap masalah, sampai tidak lagi dijumpai siapa yang akan memberi fatwa (baru mereka menjawabnya). Beliau berkata ; Orang yang paling tahu tentang fatwa adalah orang yang paling diam diantara mereka sedangkan orang yang paling bodoh adalah orang yang langsung angkat bicara (untuk memberi fatwa)." Seorang penuntut ilmu harus menjaga adab ini, mencegah lisanya agar tidak mudah bicara dan tidak malu untuk mengatakan saya tidak tahu, karena tidak semua masalah harus kita kuasai dan pahami secara mendalam tentu ada satu dua masalah yang kita tidak paham. Diriwayatkan dengan sanad yang hasan dari `Ali bin abi tholib beliau berkata : " Termasuk keilmuanya seseorang tentang suatu yang ia tidak tahu adalah mengatakan Allahu a`lam , karena Allah `Azza wa jalla berfirman kepada RasulNya : ö@è% !$tB ö/ä3è=t«ó™r& Ïmø‹n=tã ô`ÏB 9�ô_r& !$tBur O$tRr& z`ÏB tûüÏÿÏk=s3tGçRùQ$# ÇÑÏÈ " Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da'wahku dan bukanlah Aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan." QS Shaad : 86. Mengherankan sekali kalau pada zaman sekarang semua orang mudah sekali angkat bicara pada semua permasalahan yang ada padahal belum tentu mereka ahlinya. Bukankah kita pernah dengar sebuah riwayat dari Imam Malik, Imam Darul hijroh tatkala datang kepadanya seorang dari andalus ( sekarang Spanyol ) , ia datang bertanya kepada beliau empat puluh pertanyaan, beliau menjawab dua, sedangkan yang empat puluh beliau menjawab : Saya tidak tahu. maka orang itu heran lalu ia berkata kepada Imam Malik; " Bukankah engkau Imam Malik dan engkau menjawab tidak tahu ?", beliau menjawab : Iya, dan kabarkan kepada orang yang dibelakangmu bahwa Malik tidak tahu". Diceritakan oleh Syaikh `Abdul `aziz as-Sadhan bahwa ia mendengar syaikh Bin Baz didalam acara Nurun `ala Darb dan ketika mengajar atau didalam muhadhorohnya beliau sering berkata : Saya tidak tahu, saya tidak mengetahui. Awas !! Hati-hati dengan penyakit hasad Adanya sifat hasad pada sebagian penuntut ilmu tidak bisa kita pungkiri lagi, penyakit hati ini tidak hanya menjangkiti orang awam namun para pelajarpun kini mulai terkena wabahnya. keberadaanya benar-benar ada dikalangan para penuntut ilmu, suatu hal yang seharusnya sangat-sangat dijauhi oleh mereka baik oleh pemula maupun yang sudah lama didalam belajar. Seperti ketika mendengar temanya bacaan al-Qur`an sangat bagus maka ia merasa hatinya seperti terhimpit batu dikarenakan hasad atau ketika melihat temanya lebih cepat didalam menghafal, memahami pelajaran atau ia memiliki kitab baru maka hatinya jadi sempit dan sangat menginginkan hilangnya nikmat tersebut dari temanmu itu. Berbeda kalau kamu berharap semoga Allah juga memberikan kepadamu, maka ini bukan hasad, namun ini yang dinamakan Ghibthoh ( Hasad tapi yang baik ) maka ini tidak mengapa sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasululloh Shalallahu `alaihi wa salam dalam hadits shahih. Hasad sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin sholeh al-Utsaimin dalam kitabnya al-ilmu hal :71, adalah Mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain.dan dia tidak menginginkan hilangnya nikmat tersebut, namun ia hanya sekedar tidak senang kalau Allah memberikan nikmatNya kepada orang lain. Beliau lalu menukil perkataanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa Hasad adalah seseorang yang tidak menyukai dengan nikmat Allah yang diberikan kepada selainya. Lebih lanjut Beliau menjelaskan tentang bahayanya sifat hasad ini diantaranya ; Bahwa yang terjadi pada hati orang yang hasad sebenarnya adalah kerugian dan hatinya akan panas seperti api yang membakar kayu bakar, setiap kali melihat nikmat Allah yang ada diorang yang dihasadi hatinya menjadi sempit, tatkala ia melihat orang tersebut mendapat nikmat lagi maka ia menjadi sedih dan merasa bahwa dunia ini sangat sempit baginya. Hasad juga akan menjadikan engkau saling bermusuhan satu sama lain padahal penuntut ilmu seharusnya orang-orang pertama yang bersatu. Padahal Rasululloh Shalallahu `alaihi wa salam sudah sangat melarang akan penyakit hati yang satu ini, sebagaimana dalam sabdanya :
دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ الْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ هِيَ الْحَالِقَةُ لَا أَقُولُ تَحْلِقُ الشَّعَرَ وَلَكِنْ تَحْلِقُ الدِّينَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَفَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِمَا يُثَبِّتُ ذَاكُمْ لَكُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
"Jauhilah oleh kalian penyakit umat-umat sebelum kalian yaitu hasad dan permusuhan adalah seperti pemotong, saya tidak mengatakan pemotong rambut tapi memotong agama, Demi yang jiwaku ada ditanganNya tidaklah kalian masuk surga hingga beriman dan tidaklah kalian beriman hingga saling mencintai, maukah kalian aku kasih tahu dengan suatu yang menjadikan kalian bersatu sebarkanlah salam diantara kalian." HR at-Tirmidzi no : 243 Hindarilah sifat hasad ini dalam hatimu karena hasad termasuk akhlak yang tercela, sedangkan seorang penuntut ilmu dituntut sebagai orang yang paling sempurna akhlaknya. Perjalanan menuntut ilmu sangat panjang Kepada orang yang sedang duduk bersila dihadapan gurunya, sabarlah didalam menuntut ilmu jangan pernah merasa cukup dengan ilmu yang telah engkau miliki karena perjalanan menimba ilmu begitu panjang, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu `alaihi wa salam :
مَنْهُوْمَانِ لَا يَشْبِعَانِ : طَالِبُ عِلْمٍ وَ طَالِبُ دُنْيَا
"Dua orang yang bersemangat tidak pernah kenyang; penuntut ilmu dan pemburu harta." Shahih al-Jami` 5/374. Pernah dikatakan kepada Imam Ibnu Mubarak ;"Seandainya saja engkau dihidupkan kembali setelah mati, apa yang ingin kamu lakukan ?" Beliau menjawab : "Aku akan menuntut ilmu hingga malaikat maut mencabut untuk kedua kalinya". Bersemangatlah untuk selalu menambah ilmu, dengan mengulang-ulang ilmu yang kamu miliki jangan lemah sehingga engkau terputus ditengah jalan, kemudian kembali kepada kebiasaan semula sehingga dikatakan dalam ungkapan sindiran 'ada mantan santri ' yang maknanya adalah kejelekan. Diriwayatkan oleh Hasan bin Manshur bahwa ia pernah bertanya kepada Imam Ahmad : Sampai kapan seseorang itu menulis hadits ? Imam Ahmad menjawab ; Sampai ia meninggal. Beliau juga pernah berkata :'Sesungguhnya saya mencari ilmu sampai saya dimasukan kekubur (meninggal).' Penutup Terakhir saya ingatkan kepada diri penulis dan pembaca semua bahwa setinggi apapun ilmu yang telah kita miliki tetap disana masih banyak hal yang tersembunyi dari kita, tidaklah kita diberi ilmu oleh Allah Ta`ala kecuali sedikit sekali dan masih banyak hal-hal yang tersembunyi dibalik ilmu Allah yang Maha Mengetahui. Karena Allah Subhanahu wa ta`ala mengabarkan kepada kita bahwa seluruh makhlukNya dari jenis Malaikat, Insan dan Jin, mereka semua tidaklah mengetahui dari ilmu yang ada kecuali sedikit sekali sesuai yang Allah kehendaki, sebagaimana firmanNya dalam surat al-Baqoroh,Allah Subhanahu wa ta`ala berfirman :

" Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya." QS al-Baqoroh : 255. Dan dalam firmanNya yang lain Allah Ta`ala berfirman :

" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." QS al-Baqoroh : 32.
Oleh karena itu jangan ilmu yang sedikit kita miliki itu menjadikan takabur, sedangkan kehebatan ilmu pengetahuan pada zaman sekarang tidaklah bisa diperoleh kecuali dengan menggunakan alat-alat yang canggih yang membantu mereka, sedangkan kalau kita perhatikan dalam nash-nash syar`i tentang ilmu Allah tentang mahlukNya maka akan kita dapati bahwa semua ilmu yang dimiliki oleh manusia tidaklah ada apa-apanya disisi ilmu Allah subhanahu wa ta`ala. Allah Ta`ala berfirman :


" Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." QS athThalaq : 12.
Allah Ta`ala berfirman pula :

" Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan yang berhak diiabdahi dengan benar selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu". QS Thahaa : 98.
Alhamdulillah, yang dengan nikmatNya menjadi sempurna kebaikan. Itulah kalimat yang tepat yang dapat kami ucapkan seiring denga selesainya buku ini, Sebab, bagaimana pun juga semua kenikmatan, taufik dan pertolongan hanyalah dari Allah semata. Seorang hamba tidak dikatakan bersyukur hingga ia mengakui bahwa nikmat itu dari Allah dan merealisasikan rasa syukurnya dengan ketaatan dan amalan yang diridhoi olehNya.
Inilah akhir yang bisa saya kumpulkan dengan segala kerendahan hati dan dengan semua kekurangan yang saya miliki, sebagai bentuk sumbangsih kepada teman-teman semua yang sedang duduk bersila dihadapan ustadnya. Kita memohon kepada Allah Ta`ala agar menganugerahkan kepada kita kefahaman dalam agama kita dan Semoga Allah memberikan taufikNya kepada kita semua untuk meraih kebaikan dunia dan akhirat.
Dan saya memohon kepadaNya semoga usaha sederhana ini hanyalah mencari wajah Allah, ikhlas karenaNya agar bisa saya petik buah manisnya pada saat tidak lagi berguna anak dan harta kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih. Semoga sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasululloh Shalallahu `alihi wa salam , keluarganya, sahabatnya serta semua yang mengikuti beliau dengan baik sampai hari kiamat. Akhir kalam:

سُبْحَانَكَ اللَهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ , أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ , أَسْتَغْفِرُكَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْكَ